Ada Apa dengan Perairan Natuna?

Penulis : Fabian Ayu

Photo by: Yogi ES/Mongabay Indonesia

Pada tanggal 20 Maret 2021 lalu, warga Kabupaten Natuna menemukan bangkai binatang laut yang membusuk mengapung di perairan Desa Kelanga. Danielle Kreb, Scientific Program Manager Yayasan Konservasi RASI memastikan bahwa binatang laut yang terdampar tersebut adalah paus baleen. Paus ini masuk dalam golongan paus mysticeti atau tidak bergigi dengan ciri khas memiliki dua rahang yang tidak bersambung dan berbentuk seperti gading gajah. Seminggu setelah ditemukan bangkai paus baleen ini, warga kembali menemukan lumba-lumba yang terluka di bibir pantai. Jika dilihat dari google map, pantai tempat lumba-lumba ditemukan hanya berjarak 48 km dari tempat ditemukannya paus baleen. Idris, Ketua Rapala, mengatakan bahwa masyarakat setempat sadar akan pentingnya konservasi sehingga mereka sempat menolongnya dan melepaskan kembali ke laut. Selain dua kejadian tersebut, sebelumnya juga telah banyak ditemukan mamalia laut yang mati terdampar di Kepulauan Natuna ini. Kemudian apa yang menjadi penyebab terjadinya fenomena ini? read more

Hilang dan Ditemukan, apa itu Burung Pelanduk Kalimantan?

Penulis : Lusi Heraningtyas

15 Oktober 2020 dua orang pemuda, Muhammad Suranto dan Muhammad Rizky Fauzan menemukan burung dari hutan di Kalimantan yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya. Rasa penasaran akan jenis burung tersebut membuat mereka bertanya ke kelompok pengamat burung, BW Geleatus dengan menunjukkan foto burung tersebut. Burung yang berekor pendek, berwarna coklat dengan burik abu-abu di perut, memiliki dahi dan garis alis hitam, iris merah tua, paruh hitam, dan kaki merah muda serta berukuran 16 sentimeter ini telah dinyatakan hilang selama 172 tahun dan beruntungnya jenis burung ini ditemukan kembali. Burung ini adalah burung Pelanduk Kalimantan (Malacocincla perspicillata). read more

Teori Ekologi Sosial: Alternatif untuk Keberhasilan Konservasi Sumber Daya Hutan

Penulis: Gilang Passasi

Apa yang membuat konservasi menjadi polemik dari upaya perlindungan hutan? Mungkinkah tata kelola informasi yang kurang baik atau memang ada kekeliruan fundamental dalam upaya konservasi sumber daya hutan di Indonesia?

Kita -konservasionis- cenderung selalu berpikir bahwa konservasi sumber daya hutan hanya dapat diwujudkan dalam koridor penyeimbangan fungsi ekologi. Dalam studi maupun penelitian-penelitian klasik, ekologi oleh Ernst Haeckel (1834–1919) dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara kehidupan alamiah makhluk hidup dengan lingkungannya. Misalnya: ekosistem mangrove dapat lestari jika kita memperhatikan kaidah pengaturan tiga pola penanaman mangrove, kandungan oksigen terlarut dan salinitas air; atau ekosistem hutan akan lestari jika kita memperhatikan faktor-faktor abiotik dan biotik yang berguna bagi pertumbuhan pohon maupun perkembangan satwa di dalamnya. Memang teori itu benar adanya melalui observasi dan riset di kalangan peneliti. Namun, akan menjadi salah kaprah jika kita berpikir bahwa itu cukup untuk menyelamatkan hutan dari kehancuran. read more

Asu Kikik si Anjing Hutan Asli Indonesia

Penulis : Refandy Dwi Darmawan

Lucu dan menggemaskan. Mungkin kata-kata tersebut yang terbesit dalam benak beberapa orang ketika mendengar kata anjing. Anjing merupakan salah satu satwa yang telah didomestikasi dan menjadi sahabat manusia sejak 15.000 tahun yang lalu. Hal ini dikarenakan satwa ini memiliki kecerdasan dan kesetiaan kepada manusia. Namun tahukah sobat bahwa Indonesia memiliki spesies anjing hutan yang hidup di alam liar. Satwa ini berasal dari spesies Cuon alpinus.

Sumber: id.wikipedia.org

Di Indonesia Cuon alpinus terbagi menjadi dua subspesies yaitu Cuon alpinus javanicus dan Cuon alpinus sumatrensis yang secara berurutan masing-masing endemik di Jawa dan Sumatera. Satwa ini memiliki panjang tubuh ±90 cm serta tinggi sekitar 50 cm. Tubuhnya ditutupi rambut berwarna coklat kemerahan pada bagian punggung dan krem pucat sampai putih kotor pada bagian bawah. Ekornya memiliki panjang antara 40-45 cm serta berwarna kehitaman pada ujungnya. Satwa liar yang biasanya hidup berkelompok ini biasa disebut Ajag. read more

Apa Kabar Burung Rangkong Gading?

Penulis : Isna Najwah


Sumber : https://pbs.twimg.com/

(2021)

Haloo konservasionis, tahukah kalian bagaimana kabar salah satu sobat kita yang satu ini? Yap! Burung Rangkong Gading. Rangkong Gading memiliki nama ilmiah Rhinoplax vigil atau di Kalimantan biasa dikenal dengan nama Enggang Gading. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2015, status burung ini dinaikkan dari Near Threatened menjadi Critical Endangered atau satu tahap lagi menuju kepunahan.

read more

Surga Tempat Bidadari Halmahera Bernama Aketajawe Lolobata

Penulis: Farid Al Chusna Ridhoni

Taman Nasional Aketajawe Lolobata terletak di Provinsi Maluku Utara, provinsi yang juga memiliki Suaka Paruh Bengkok terbesar di Indonesia. Taman nasional ini dibagi menjadi dua blok yaitu blok Aketajawe yang terletak di Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kabupaten Halmahera Tengah serta blok Lolobata yang terletak di Kecamatan Maba, Kecamatan Wasile Utara, dan Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur. Taman nasional ini resmi ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.397/Menhut-II/KUH/2004 pada tanggal 18 oktober 2004. Memiliki luas total 167.319,32 hektare dengan dibagi pada zona inti seluas 81.638,55 ha, zona rimba seluas 67.008,63 ha, zona pemanfaatan seluas 12.917,98 ha, zona tradisional seluas 2.591,26 ha, zona rehabilitasi seluas 3.153,38 ha, serta zona khusus seluas 9,52 ha. read more