KP3 Ekowisata

ekowisata

Kelompok Pengamat Peneliti Pemerhati Ekowisata merupakan  kelompok studi yang berkonsentrasi di bidang ilmu Ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Apabila ekowisata meruakan upaya pengelolaan alam dan budaya masyarakat menjamin kelestarian dan kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Beberapa kegiatan yang dilakukan KP3 Ekowisata adalah pematerian ruang, pematerian metode pengambilan dan analisis data, pengamatan, serta penelitian ekowisata di lapangan. 


Semangkuk Ceritaku, di Batang Berkembang Bersamamu

22 – 26 Agustus 2018

Penulis: Rahmawati Kusuma Wardhani

Jelajah Konservasi (JK) adalah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh FORESTATION Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Dalam FORESTATION ini terdapat Kelompok Pengamat, Peneliti dan Pemelihara (KP3), salah satunya adalah KP3 Ekowisata. Sebagai insan pariwisata yang sadar akan kepentingan alam dan sebagai manusia yang ingin melakukan kegiatan kemanusiaan, saya telah memilih untuk mengikuti kegiatan ini. Lokasi tujuan dari Jelajah Konservasi tahun 2018 adalah ke Desa Kalitengah, Kecamatan Blado, Kebupaten Batang, Jawa tengah. Sekitar 4 jam perjalanan dari titik kumpul anggota Jelajah Konservasi (JK) yaitu di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Perjalanan kami tempuh menggunakan bis dan sebagian panitia menggunakan sepeda motor. Perjalanan kami aman dan lancar hingga sampai di Batang. Anggota JK turun di depan gapura desa dan berjalan kaki menuju rumah Kepala Desa, Bapak Darwanto, yang letaknya tidak begitu jauh dari gapura tempat bis berhenti. Sesampainya di rumah beliau anggota JK beristirahat dan memebersihkan diri sembari menunggu makanan yang dimasak oleh Ibu kepala desa. Homestay JK terbagi menjadi 2, untuk perempuan ada di rumah Bapak Kades dan untuk laki-laki di rumah Mas Landung, salah satu warga di desa tersebut. Suasana yang sangat berbeda sudah terasa sejak sore itu. Udara yang sejuk dan air yang dingin misalnya. Setelah makan malam diadakan briefing untuk kegiatan esok hari, yaitu hari pertama pengamatan. Kegiatan malam pertama JK ini selesai pukul 22:00.

Kamis, 23 Agustus 2018 adalah hari pertama pengamatan. Pukul 05:00 banyak dari anggota JK sudah bersiap untuk pengamatan bersama masing-masing kelompoknya. Kami, kelompok KP3 Ekowisata memulai pengamatan pukul 08:30 dengan dibagi menjadi 2 kelompok, untuk mengamati destinasi wisata Curug Lojahan sebanyak 4 orang dan sisanya yaitu 6 orang ke Curug Sibiting dan Sibelik. Anggota pengamat Curug Lojahan harus tracking menyusuri hutan sekitar 2 jam lamanya. Perjalanan menuju lokasi selama kurang lebih 2 jam itu menemui banyak rintangan. Tanah dan bebatuan yang licin serta tangga yang tidak layak menemani selama perjalanan. Suara-suara primata dan burung menjadi penyemangat kami untuk segera sampai ke Curug Lojahan. Sesampainya disana, sekitar pukul 12 siang bersama terik matahari dan rimbunnya hutan, kami menikmati pemandangan Curug Lojahan. Menakjubkan adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan keindahan alami ciptaan Tuhan tersebut. Menulis catatatan, berdiskusi dan mengutarakan rencana-rencana pengelolaan untuk Curug Lojahan sembari makan siang adalah kegiatan kami saat itu. Pukul 14:00 kami kembali ke desa untuk menyelesaikan kegiatan pengamatan. Kami sampai ke rumah Bapak Kades 16:30 dengan keadaan selamat dan sedikit basah karena terguyur hujan. Sebuah pengalaman yang tidak akan terlupakan. Muncul rasa syukur karena kami berkesempatan menjelajahi hutan dan mengunjungi curug terpanjang di Jawa Tengah pada hari itu. Kami kemudian membersihkan diri, makan malam lalu kembali berkumpul dengan anggota JK lainnya dan menceritakan pengalaman masing-masing sekaligus membahas rencana untuk pengamatan esok hari. Kegiatan hari pertama ini selesai pukul 22:00 malam.

Jumat, 24 Agustus 2018 menjadi waktu pengamatan hari kedua bagi kami. Pengamatan hari kedua kami dilakukan di 3 destinasi wisata yang berbeda yaitu di wanawisata Sikembang Park, Bukit Tronggolasi, dan Curug Genting. Pengamatan dilakukan oleh semua anggota JK kelompok KP3 Ekowisata. Kami berangkat bersama-sama menggunakan sepeda motor dan didampingi oleh Bapak Surahman selaku Ketua LMDH. Destinasi pertama kami adalah wanawisata Sikembang Park yang letaknya tidak jauh dari desa tempat kami singgah. Sesampainya di sana, dengan dipandu oleh 2 orang pengelola kawasan tersebut kami mengitari kawasan wanawisata yang kaya akan pohon pinus dan damar. Suasananya sangat sejuk, asri dan nyaman. Selesai berkeliling dan berbincang-bincang kami mendapatkan banyak informasi, kemudian kegiatan kami dilanjutkan dengan bertemu dengan 1 pengelola lagi untuk wawancara lebih detail mengenai pengelolaan Sikembang Park. Kagum, itulah yang kami rasakan setelah mengetahui asal mula terbentuknya wisata ini adalah dari keinginan para pemuda di sana. Setelah melakukan wawancara, kami berfoto dengan pihak pengelola kemudian kami melanjutkan pengamatan kami ke Bukit Tronggolasi dan melakukan wawancara kembali dengan ketua pengelolanya. Wanawisata Sikembang Park dan Bukit Tronggolasi ini memang sama-sama menjual suasana hutan namun keduanya memiliki perbedaan. Hutan di Bukit Tronggolasi memang tak serimbun hutan di Sikembang Park, namun atraksi dan spot-spot berfotonya lebih banyak. Kami cukup lama berada di sana karena menunggu anggota laki-laki kami melaksanakan sholat Jumat di sekitar lokasi pengamatan. Kami lalu makan siang di gardu pandang yang menjadi salah satu atraksi di sana. Suasana yang indah didapatkan di gardu pandang tersebut. Pemandangan hijau nan asri dapat terlihat di sana. Setelah ishoma kami melanjutkan perjalanan ke destinasi terakhir kami yaitu Curug Genting yang lokasinya lumayan jauh dari Desa Kalitengah. Akses jalannya yang rusak membuat kami harus lebih berhati-hati. Sesampainya di Curug Genting kami langsung menaiki tangga menuju lokasi yang jalannya sudah layak, aman dan jarak yang perlu ditempuh tidak sejauh Curug Lojahan. Suara lutung samar-samar dapat terdengar disana. Kegiatan kami di lokasi tersebut adalah pengamatan dan refreshing walaupun tidak begitu lama. Setelah dirasa cukup menikmati segarnya air dan pemandangan kami kembali ke tempat parkir untuk berpamitan dan berfoto bersama Bapak Surahman. Kami kembali ke desa dengan kondisi selamat. Malamnya kami berkumpul kembali untuk mempersiapkan kegiatan esok hari yaitu melakukan kegiatan pendidikan lingkungan di sekolah dasar yang ada di Desa Kalitengah.

Sabtu adalah hari pelaksanaan kegiatan kami yang terakhir. Kami mengawali hari dengan sarapan lalu kami melaksanakan kegiatan pendidikan lingkungan di 2 sekolah dasar, salah satunya adalah SD Kalitengah. Sekolah ini hanya memiliki 21 siswa secara keseluruhan, namun mereka semua sangat bersemangat dan antusias untuk belajar. Antusiasme mereka adalah semangat bagi kami untuk memberi pengetahuan lebih tentang keindahan alam di tempat mereka dan cara menjaganya. Pematerian, pemutaran video, mengadakan permainan serta kegiatan menggambar dan mewarnai menjadi rangkaian kegiatan yang kami selenggarakan di sana. Kegiatan kami selesai pukul 11 siang yang kemudian dilanjutkan dengan makan siang di rumah Bapak Kades. Senang rasanya dapat merasakan makan siang bersama dengan teman-teman di sana. Kami beristirahat hingga waktu sholat Asar, yang kemudian dilanjutkan dengan kegiatan bersih-bersih. Berbekal kantung sampah besar, seluruh peserta JK membersihkan lapangan, kawasan wisata dan akses wisata di sana dari sampah. Setelah selesai beristirahat acara kemudian dilanjutkan dengan acara Sarahsehan bersama perangkat desa dan para pengelola wisata setempat. Kegiatan tersebut sekaligus menjadi acara puncak dari rangkaian kegiatan JK ini. Perwakilan dari tiap-tiap KP3 menjelaskan hasil pengamatan selama di sana yang dilanjutkan dengan diskusi singkat tentang bagaimana mengelola hutan tersebut di masa mendatang. Acara Sarasehan kemudian ditutup dengan salam perpisahan dari seluruh peserta JK kepada warga di sana. Pada malam terakhir ini kami kemudian melakukan persiapan untuk perjalanan pulang dan berpamitan dengan warga dan anak-anak yang selalu bermain bersama anggota JK selama kami menginap di sana. Berat rasanya meninggalkan mereka yang sudah akrab dengan kami meski baru beberapa hari saja kami saling kenal. Mereka pun telah dengan senang hati menerima kehadiran kami dalam kegiatan JK ini.

Pada hari Minggu pukul 7 pagi kami semua telah siap dengan barang-barang kami. Setelah sarapan dan berpmitan kami mengatur barang bawaan kami dan berkumpul di tempat bis akan menjemput. Tak lupa kami mengambil foto bersama sebagai kenang-kenangan. Perasaan puas dan senang terpancar dari wajah-wajah panitia dan peserta JK lantaran acara ini telah selesai dengan lancar. Bis menjemput kami sekitar pukul 10 pagi dan sampai di Yogyakarta sekitar pukul 16:00. Kami bersyukur karena telah sampai dengan selamat. Lega rasanya karena bisa melanjutkan kegiatan perkuliahan di hari esok setelah mendapat banyak pengalaman dan teman baru.


Pengamatan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA) di Jembatan Api-api dan Hutan Mangrove Wanatirta

Kulon Progo-Pada tanggal 11 Februari 2018, Kp3 Ekowisata Fakultas Kehutanan UGM melaksanakan kegiatan pengamatan Objek Daya Tarik Wisata Alam (ODTWA). Pengamatan ini bertujuan sebagai pelatihan anggota KP3 Ekowisata untuk mengetahui komponen dasar pembentuk produk pariwisata yang meliputi atraksi, aksesibilitas, dan amenitas, serta mampu memberi penilaian terhadap suatu objek wisata berdasarkan tiga komponen tersebut saat dilapangan. Pengamatan yang diikuti oleh 26 peserta ini dibagi ke dalam lima kelompok tim pengamat. Pengamatan pertama dilakukan di Hutan Mangrove Jembatan Api-api dan dilanjutkan ke lokasi pengamatan berikutnya yaitu Hutan Mangrove Wanatirta. Pengamatan ini dilakukan selama kurang lebih 4 jam.

ekowi

Anggota KP3 Ekowisata yang mengikuti pelatihan ODTWA

Objek dan daya tarik wisata adalah unsur-unsur lingkungan hidup yang terdiri dari sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Ketiga unsur ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata atau objek wisata. Dalam dunia kepariwisataan, objek dan daya tarik wisata memiliki peranan penting yang dapat dijadikan sebagai daya tarik bagi seseorang atau calon wisatawan untuk berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Sehingga komponen dasar pembentuk produk pariwisata yang meliputi atraksi, aksesibilitas, dan amenitas sangat perlu diperhatikan agar dapat menjamin kenyamanan wisatawan maupun pengelolannya sendiri.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, dari segi atraksi di Hutan Mangrove Jembatan Api-api, wisatawan disuguhkan dengan panorama alam yang indah berupa hamparan pohon mangrove yang hijau membentang dan juga fauna yang hidup di perairannya sehingga dapat dimanfaatkan wisatawan sebagai sarana refreshing dengan memancing ikan. Dari segi aksesibilitas, kondisi jalan yang tersedia untuk menuju lokasi tidak begitu buruk dengan permukaan jalan yang sedikit berbatu tapi datar sehingga tidak terlalu menyulitkan wisatawan untuk menjangkau daerah tersebut. Sedangkan dari segi amenitas, Hutan Mangrove Jembatan Api-api kekurangan dalam ketersediaan toilet umum, tempat penginapan, dan tempat sampah sehingga dapat memunculkan kemungkinan kerusakan alam akibat sampah yang dibuang tidak pada tempatnya.

Hasil pengamatan di Hutan Mangrove Wanatirta menunjukkan bahwa lokasi ini tidak memiiki banyak wisatawan dan bahkan jarang terlhat. Hal tersebut dikarenakan Hutan Mangrove Wanatirta merupakan area konservasi yang kini tidak digunakan untuk kegiatan pariwisata lagi. Dalam pemenuhan ketiga komponen wisata (atraksi, amenitas, dan aksesibilitas), Hutan Mangrove Wanatirta tidak jauh berbeda dengan Hutan Mangrove Jembatan Api-api, hanya saja sampah yang ada di Hutan Mangrobe Wanatirta tidak sebanyak yang ada di Jembatan Api-api. Hal ini erat kaitannya dengan banyaknya wisatawan di Jembatan Api-api dan adanya status konservasi di Hutan Mangrove Wanatirta.

S__164913158Kegiatan Pengamatan ODTWA Jembatan Api-Api

S__164913157Wisata Jembatan Api-Api, Kulon Progo


Pematerian Ekowisata Secara Umum

Yogyakarta-30 September 2017, KP3 Ekowisata Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada melaksanakan kegiatan pematerian pengenalan Ekowisata oleh Mbak Citra Siagian di Ruang IV Gedung A. Mbak Citra Siagian adalah alumni Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada yang dulu merupakan koor ekowisata 2014/2015. Tujuan pematerian ini yaitu agar para anggota KP3 Ekowisata dapat mengetahui dasar mengenai apa itu ekowisata. Mba citra menjelaskan mengenai mengapa penting ekowisata, apa itu ekowisata, prinsip ekowisata, dan juga jenis-jenis ekowisata.

Berikut ringaksan mengenai pematerian ekowisata secara umum. Wisata adalah bentuk perjalanan bersama-sama dengan tujuan untuk bersenang-senang, menambah pengetahuan, dan lain-lain. Saat ini wisata sudah berkembang pesat, bahkan terdapat berbagai acara televisi yang menggunakan wisata sebagai bentuk acara tayangan, banyak orang yang mengupdate foto ataupun berpamer ria agar menjadi tenar. Wisata penting bagi manusia karena wisata dapat menyeimbangkan pikiran dan emosional manusia. Namun saat ini banyak wisatawan yang tidak bertanggung jawab, seperti membuang sampah sembarangan, melakukan vandalisme, merusak fasilitas umum, dan lain-lain.

Pengertian ekowisata adalah Responsible travel to natural areas that conserves the environment and improve the welfare of local people (TIES, 1990). Ekowisata adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami  yang dilakukan dengan tujuan untuk mengkonservasi lingkungan, melestarikan kehidupan dan mensejahterakan penduduk setempat.

Prinsip ekowisata adalah :

  1. Mengurangi dampak negatif
  2. Meningkatkan kesadaran lingkungan dan budaya
  3. Pengalaman positif bagi wisatawan dan tuan rumah
  4. Keuntungan finansial untuk konservasi
  5. Keuntungan dan kemandirian masyarakat lokal
  6. Meningkatkan kondisi politik, lingkungan, dan sosial

Oleh karena itu ekowisata dianggap penting untuk membuat wisatawan melakukan wisata namun juga tetap mempedulikan lingkungan setempat.

Terdapat berbagai jenis ekowisata yaitu:

  1. Rural Tourism
  2. Solidarity Tourism
  3. Green Tourism
  4. Integrated Tourism
  5. Soft Tourism
  6. Quitable Tourism
  7. Ecological Tourism
  8. Community-based Tourism
  9. Responsible Tourism, dan lain-lain.

Pematerian ini berlangsung kurang lebih selama 2 jam. Mbak Citra memberi pematerian dengan santai serta diselingi oleh menonton film bersama. Selain itu juga Mbak Citra bercerita mengenai pengalamannya selama mengikuti kegiatan KP3 Ekowisata.

p1Mbak Citra menyampaikan materi

p4

Foto bersama anggota KP3 Ekowisata dan Mbak Citra


Pematerian Interpretasi Lingkungan dan Pendidikan Konservasi

Yogyakarta-Tanggal 22 Agustus 2017 teman-teman KP3 Ekowisata Fakultas Kehutanan UGM melaksanakan kegiatan pematerian interpretasi lingkungan dan pendidikan konservasi oleh Mbak Stevie V. Nissauqodry yang merupakan Alumni Fakultas Kehutanan UGM yang sekarang sedang melanjutkan S2 di Kehutanan UGM. Pematerian dilakukan di Wisdom Park UGM. Tujuan dari pematerian ini diharapkan teman-teman KP3 Ekowisata mengerti bagaimana menjadi interpreter yang bisa menyadarkan dan mengajak pengunjung untuk ikut serta akan pentingnya konservasi dalam ekowisata, yang tidak semua orang bisa melakukannya.

Konservasi sumberdaya alam merupakan pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara bijaksana, dengan mengupayakan keseimbangan biologi antara pengambilan sumberdaya dari alam dengan kemampuan alam untuk pulih kembali. Interpretasi lingkungan adalah suatu kegiatan pendidikan yang menjelaskan hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungannya dalam hal ini kepada pengunjung kawasan konservasi dengan menunjukkan benda-benda aslinya secara langsung di lapangan atau melalui media ilustratif, seperti foto, slide, film, dan lain-lain. Sebagai seorang interpreter diharuskan memiliki:

  1. Menguasai subyek yang diinterpretasikan
  2. Mengetahui kompleks ekologi yang menjadi kekhasan kawasan serta berbagai nilai sejarah obyek
  3. Mempunyai perhatian yang itnggi terhadap pengunjung, menghargai pendapatnya, menjaga dan menghormati serta bertanggungjawab terhadap kesejahteraan dan keselamatan pengunjung
  4. Menjadi informan, pemberi inspirasi dan stimulasi yang baik
  5. Mahir dalam berimajinasi, kreatif dan alamiah
  6. Tampil apa adanya dan antusias
  7. Memiliki sense of humor yang tinggi sehingga dapat membuat suasana jadi hidup

Tujuan dari interpretasi lingkungan adalah:

  • Rekreasi
  • Perlindungan sumberdaya alam
  • Perlindungan pengunjung
  • Penegakkan hukum/peraturan

Pendidikan lingkungan merupakan suatu proses atau usaha pemahaman nilai-nilai dan konsep-konsep dalam rangka mengembangkan keahlian dan sikap yang diperlukan untuk mengerti dan menghargai hubungan timbal balik antara manusia-kebudayaan-lingkungan yang dilakukan melalui pendekatan dan penginterpretasian lingkungan hidup.

Pematerian ini berlangsung kurang lebih selama 3 jam dengan suasana santai.

p5Suasana pematerian di Wisdom Park UGM

p6Mbak Stevie menyampaikan materi interpretasi lingkungan dan pendidikan konservasi


Camping Ceria di Pantai Goa Watulawang

Gunung Kidul-23 sampai dengan 24 September 2017 Kp3 Ekowisata pada tahun ajaran 2017/2018 kembali aktif melakukan kegiatan dengan judul agenda “Camping Ceria, Malam Keakraban (Makrab) KP3 Ekowisata”. Malam keakraban rutin dilaksakan setiap penambahan anggota baru yang biasanya dipenuhi dengan mahasiswa baru. Pada kegiatan makrab ini, lokasi kegiatan dilaksanakan di Pantai Goa Watulawang yang terdapat di kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Pantai ini menawarkan keindahan pemandangan berupa bebatuan karang dan pasir putihnya. Pantai ini diapit oleh dua pantai yang sudah terkenal lebih dahulu, yaitu pantai Depok dan pantai Indrayanti yang terletak di sebelah Barat dan pantai Pok tunggal yang terletak di sebelah Timur pantai Watulawang ini.

Adapun mobilitas menuju destinasi tersebut hanya menggunakan 14 motor dengan jumlah peserta sebanyak 28 anggota. Sebelum berangkat menuju pantai, seluruh peserta berkumpul di gedung akademik Fakultas Kehutanan UGM. Pukul 16.00 WIB seluruh peserta mulai berangkat. Memakan waktu kurang lebih 4 jam untuk sampai ke pantai Watulawang tersebut, yang artinya pukul 19.00 WIB peserta telah tiba di tepi pantai Watulawang. Kegiatan selanjutnya setelah sampai di tepi pantai ialah mendirikan 3 buah tenda dengan kapasitas 6 sampai 8 orang. Setelah mendirikan tenda sekitar 30 menit, dilanjutkan dengan kegiatan ishoma. Pukul 20.30 WIB, seluruh peserta dikumpulkan di satu tempat. Disinilah malam keakraban dimulai. Mulai dari perkenalan (nama,angkatan,minat) sampai pertanyaan tentang alasan memilih KP3 Ekowisata. Setelah saling mengakrabkan diri, seluruh peserta diberi kebebasan berkegiatan sampai akhirnya malam untuk istirahat pun tiba.

Sambil menyelam minum air”, begitu pepatah yang cocok pada kegiatan ini. Tiara Harfabelia selaku koor berkeinginan untuk melakukan pengamatan tentang interpretasi wisata yang sebelumnya sudah dilaksanakan pematerian tersebut. Keesokan harinya peserta diberi sekilas pematerian atau review pematerian tentang interpretasi. Seluruh peserta diharapkan mampu menjadi seorang interpreter bagi para wisatawan. Sebelumnya, peserta harus mampu mencari informasi dari warga lokal tentang perkembangan pantai Watulawang dan sejarah dari Watulawang sendiri. Setelah mengumpulkan informasi, peserta diharapkan mampu membagi informasi tersebut kepada para pengunjung destinasi wisata.

Mengapa disebut Watulawang? Disebut pantai Watulawang karena di pantai ini terdapat goa batu yang digunakan oleh masyarakat sekitar untuk upacara adat sadranan atau yang biasa disebut nyadran (upacara adat yang dilaksanakan pada bulan Sya’ban dalam kalender hijriah atau kalender islam). Sadranan sendiri memiliki berbagai tujuan diantaranya adalah untuk meminta hujan, meminta supaya tanaman tumbuh subur dan bisa panen. Pintu batu tersebut hanya bisa terbuka dan bisa dimasuki oleh orang banyak pada saat acara adat nyadran itu saja. Menurut para sesepuh goa yang menurut warga lokal merupakan jejak  tilas dari Prabu Brawijaya VI. Disebut goa Watulawang karena terdapat batu yang berbentuk seperti pintu yang berada dimulut goa tersebut. Selain nyadran, goa tersebut pun digunakan untuk bertapa.

Berdasarkan informasi yang didapat, pantai tersebut dibuka pada Juli 2012 oleh Mbah Paidi. Sampai saat ini pantai Watulawang dikelola oleh masyarakat setempat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani dan sampai saat ini pula dipantai tersebut belum ada bantuan berupa listrik dari pemerintahan dan yang ada hanyalah inisiatif masyarakat setempat dan adanya bantuan dari para mahasiswa. Fasilitas yang terdapat di pantai Watulawang mulai dari adanya gazebo, tempat sewa tenda, warung makan, spot foto, kamar mandi dan area parkir. Area parkir di pantai ini statusnya masih dalam tahap perbaikan dari pengelola setempat.

Setelah mengumpulkan informasi dan mampu menjadi seorang interpreter, peserta diharapkan mampu membuat catatan perjalanan yang nantinya dapat digunakn sebagai sumber informasi suatu destinasi.

p8Keindahan Pantai Goa Watulawang, Gunung Kidul

p9 p10Aplikasi lapangan dengan bertindak sebagai interpreter

-11

Foto bersama anggota KP3 Ekowisata