Forestation Pintar

34 posts

Mengenal Hutan Perempuan di Papua

Penulis : Galuh Sekar A.

Gambar oleh : Moch. Fikri diambil dari Econusa.id

Salah satu kawasan hutan bakau atau mangrove di Teluk Youtefa, Kota Jayapura dikenal dengan Hutan Perempuan. Penamaan hutan perempuan ini karena adanya kearifan lokal yang unik dijalankan oleh kampung Enggros dan Tobati yaitu aturan mengenai laki-laki dan perempuan dalam hal berinterekasi sosial dalam kehidupan sehari-harinya yaitu apabila laki-laki berkumpul di para-para atau seperti balai kampung dan bertugas mencari kebutuhan pangan di laut. Sedangkan perempuan berkumpul dan mencari bahan pangan di hutan bakau, apabila ada laki-laki yang masuk dalam hutan bakau tersebut maka akan dikenai dengan sanksi denda (Finaka, 2022). Denda yang diberikan berupa manik-manik dengan terdapat tiga variasi warna yang memiliki nilai denda yang berbeda, untuk manik yang paling tinggi harganya yaitu setara dengan Rp.1.000.000 yang memiliki warna biru. Sedangkan manik berwarna hijau memiliki nilai yang setara Rp. 500.000 dan manik berwarna putih memiliki nilai sekitar Rp. 300.000 (Amindoni, 2021). read more

Hutan Kota untuk Peningkatan Kualitas Hidup

Penulis : Aina Nur Fitri

Sumber : Freepik.com

Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang ada di kawasan perkotaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.03/Menhut-V/2004, hutan kota dapat diartikan sebagai satu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Sehingga, secara garis besar hutan kota adalah ruang terbuka yang berisi komunitas vegetasi berupa asosiasi pepohonan dengan berbagai bentuk dan memiliki struktur menyerupai ekosistem hutan alam sehingga memungkinkan kehidupan bagi satwa liar (Irwan, 1994 dalam Alfian dan Kurniawan, 2010). Menurut Marini (1996) dalam Alfian dan Kurniawan (2010), hutan kota terdiri dari berbagai tipe sesuai dengan tujuan dan peruntukannya, meliputi hutan kota konservasi, hutan kota zona industri, hutan kota wilayah pemukiman, hutan kota wisata, hutan kota perlindungan satwa, dan berbagai tipe lainnya.  read more

Pesut Mahakam, Lumba-Lumba Asli Indonesia

Penulis : Imam Mutofik

Pada Peringatan Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) tahun 2022 ini, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya melepasliarkan 3 ekor lumba-lumba hidung botol yang berlokasi di Taman Nasional Bali Barat, Gilimanuk, Bali. Ketiga mamalia laut tersebut merupakan lumba-lumba yang berhasil diselamatkan oleh KLHK dari aktivitas atraksi lumba-lumba. Menteri Siti menekankan bahwa penyelamatan satwa sebagai komponen penting dari rantai makanan dalam suatu ekosistem harus terus diupayakan, yang bertujuan untuk melindungi dan memulihkan keanekaragaman hayati di Indonesia. Berbicara mengenai lumba-lumba, Indonesia juga mempunyai spesies lumba-lumba yang endemik atau asli dari Indonesia yaitu pesut mahakam. read more

Konservasi dalam Balutan Kearifan Lokal : Hutan Adat Sungai Utik di Kalimantan Barat

Penulis : Galuh Sekar A. R.

Kearifan lokal merupakan suatu aspek kehidupan yang mengatur segala aspek kehidupan seperti hubungan sosial antar masyarakat, ritual ibadah, kepercayaan hingga hukum adat, maka dari itu kearifan lokal yang berkembang disetiap masyarakat menjadi berbeda berdasarkan perbedaan asal tempat dan waktu. Adanya perbedaan tersebut disebabkan karena kondisi alam dan kebutuhan hidup masyarakat yang beragam sehingga kemudian memunculkan sistem pengetahuan tersendiri berkaitan dengan pengetahuan lingkungan dan sosial (Suhartini, 2009 dalam Persada dkk., 2018). read more

Jalur setapak hutan

Konservasi Inklusif: Seperangkat Humanisme Untuk Alam yang Baru

Penulis : Bilal Adijaya

Satu abad sudah kegiatan konservasi secara sadar dilakukan. Mulai dari model konservasi racikan naturalis Belanda tahun 1912 sampai era pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah melalui berbagai macam model konservasi yang cukup dinamis dengan satu tujuan yang statis; kelestarian sumber daya dan ekosistemnya[1].

Jalur setapak hutan

Konservasi menjadi ranah yang “sexy” untuk terus diperbincangkan. Pasalnya, kegiatan konservasi terus mengalami perkembangan. Pekerjaan konservasi tidak hanya “ngurusin” alam, tetapi juga menjadi lebih efektif, inklusif, dan berkeadilan. Efektif berarti pengelolaan kawasan konservasi dilakukan dengan metode yang mampu mendatangkan output akhir sesuai dengan rencana aksi. Inklusif berarti terbuka; setiap aktor pemanfaat memiliki makna dan otoritas sendiri dalam melihat kawasan hutan. Berkeadilan berarti pengelolaan kawasan konservasi tidak hanya tersentral pada tujuan kelestarian, tapi juga untuk menyokong sumber penghidupan, bahan pangan, maupun menyokong eksistensi identitas budaya lokal. read more

Konservasi Dengan Konsep Hutan Keramat

Penulis : Aina Nur Fitri

Hutan adalah kawasan habitat berbagai jenis pohon dan jenis tumbuhan lainnya (Purwaningsih, 2022). Sebagai salah satu sumberdaya alam, fungsi yang ditawarkan hutan sangatlah beragam, baik dari aspek sosial ekonomi, hingga aspek perlindungan (Birgantoro, 2007 dalam Wenno et al., 2021). Selain itu, manfaat hutan secara langsung dapat dilihat dari kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan papan, sementara manfaat tidak langsung hutan adalah menjadi sumber devisa negara, habitat plasma nutfah, penunjang fungsi hidroorologi serta potensi objek daya tarik ekowisata (Nabila et al., 2017 dalam Wenno et al., 2021). Namun sebaliknya, dengan fungsi penting yang ada pada hutan, keberadaannya semakin menurun setiap waktu. Di Indonesia sendiri tercatat memiliki luasan hutan sekitar 9,7 juta Ha yang menyusun separuh luas total kawasan hutan di Asia (Wenno et al., 2021). Berdasarkan data tahun 1990-2020 yang menyatakan tren penurunan luas hutan mencapai 19%, dan diprediksi akan bertambah menjadi 20% dalam rentang 2005-2025 (beritasatu.com), menjadikan upaya konservasi perlu dilakukan agar kawasan hutan tetap lestari.  read more