Rilis Buletin Akasia Vol. XVI

Selamat datang di Edisi XVI Majalah Akasia dengan tema Infinite!

“Infinite” adalah harapan kami untuk alam yang akan datang, dengan berbagai aksi yang berhasil kami lakukan setidaknya mampu mengenalkan konservasi kepada khalayak umum tanpa adanya batasan di dalamnya. INFINITE yang berarti “Tak Terhingga”, hampir menjadi kemustahilan untuk sumber daya yang kita miliki saat ini.

Jika kalian ingin membaca lebih banyak, Buletin Akasia Volume 16 bisa diakses melalui link di bawah ini!

bit.ly/AkasiaInfinite

KSDH JAYA!

Rilis Buletin Akasia Vol. XV

Selamat datang di Edisi XV Majalah Akasia dengan tema Retrospektif!

Dalam edisi spesial kali ini, kita mengajak Sobat Konservasi untuk merenung dan menelusuri perjalanan konservasi nasional maupun dunia selama satu tahun terakhir. Melalui beragam artikel, wawancara, dan laporan khusus, kita akan menyelami peristiwa di masa lalu yang telah membentuk pandangan kita terhadap perjalanan konservasi ke depannya. Retrospektif berarti “Melihat Kembali”. Hal ini dapat diartikan sebagai sebuah ajakan untuk kita bersama-sama menggali pelajaran dari masa lalu demi membangun masa depan yang lebih hijau.

Jika kalian ingin membaca lebih banyak, Buletin Akasia Volume 15 bisa diakses melalui link di bawah ini!

bit.ly/AkasiaRetrospektif

KSDH JAYA!

METODE SURVEI PRIMATA X

Halo sobat primata!! Tahu gak sih? Tahun ini tepatnya tanggal 22 – 26 November 2023 KP3 Primata bersama SwaraOwa mengadakan pelatihan Metode Survei Primata yang ke-10 di Hutan Sokokembang, Petungkriyono lagi loh. Peserta pelatihan MSP kali ini berasal dari tiga pulau yang berbeda, yaitu Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Jauh sekali bukan? Tujuan dari diadakannya pelatihan ini adalah mengenalkan metode yang biasa digunakan dalam menghitung kepadatan populasi primata, khususnya owa jawa. Selain itu, SwaraOwa dan KP3 Primata mengundang para konservasionis primata yang sudah berpengalaman dari Cloud Mountain Conservation Foundation – China, yaitu Yan Lu yang merupakan peneliti dan konservasionis owa jambul hitam di China. Terdapat dua pembicara lainnya yang berpengalaman dalam penelitian owa jawa, yaitu Salmah Widyastuti (IPB) dan Nur Aoliya (SwaraOwa). Kegiatan dimulai pada malam 22 November 2023, kami semua berkenalan dan menceritakan owa dari daerah masing-masing. Kegiatan malam itu sangat seru karena diiringi dengan canda dan tawa dari panitia dan peserta sebagai awal pertemuan.

Keesokan harinya, 23 November 2023 kegiatan diawali dengan sambutan dari ketua panitia Metode Survei Primata X dan ketua SwaraOwa, yaitu Kurnia Ahmadin dan Arif Setiawan. Selanjutnya Mas Wawan selaku ketua SwaraOwa menceritakan hal-hal terkait SwaraOwa dan Hutan Sokokembang. Kemudian dilakukan penyampaian materi mengenai metode vocal count triangulation untuk survei owa dan siamang oleh Salmah Widyastuti. Materi yang disampaikan adalah tujuan, kelebihan, cara pengambilan data, serta analisis data menggunakan metode vocal count triangulation. Para peserta mendengarkan penjelasan dengan seksama dan sangat antusias ketika sesi tanya jawab. Materi selanjutnya mengenai bioakustik untuk individualitas vokal owa jawa disampaikan oleh Nur Aoliya. Beliau menjelaskan kelebihan dan kekurangan bioakustik serta software yang digunakan untuk analisis data suara. Materi yang disampaikan oleh Mbak Liya termasuk baru sehingga para peserta seringkali bertanya di tengah penjelasan. Di tengah-tengah keseriusan penyampaian materi ini, datanglah Mas Tariyo dan Mas Apen yang membawakan ice breaking berupa tarian owa agar kami semua tertawa. Setelah itu, kami istirahat dilanjutkan makan malam di dapur. Setiap kali makan, selalu ada dua ekor kucing lucu yang menemani loh xixi. Malamnya, kami dikenalkan pada alat bioakustik yang akan digunakan di lapangan, yaitu SM-4 Wildlife Recorder. Kami belajar sampai paham supaya saat di lapangan data suara owa dapat terekam dengan baik. Dann… sebelum kembali ke rumah warga untuk istirahat, kami disuguhi banyak durian, hmmm sungguh lezatt!

Pagi hari yang cerah di tanggal 24 November 2023, para peserta sudah berkumpul dan siap untuk mengambil data di lapangan menggunakan metode yang sudah diajarkan. Lokasi pengambilan data dibagi menjadi tiga Listening Post (LP), yaitu Sawah Cilik, Penggung Atas, dan Penggung Bawah. Perjalanan menuju Listening Post ternyata tidak mudah, trek yang dilalui termasuk curam dan membuat kami kelelahan. Sesampainya di Listening Post masing-masing, kami memasang SM-4 Wildlife Recorder dan melakukan metode vocal count triangulation. Kami duduk melingkar untuk fokus mendengarkan suara owa jawa dan menghitung great call yang terdengar hingga pukul 10.00 WIB. Kegiatan dilanjutkan dengan analisis data populasi menggunakan software Google Earth Pro dari metode vocal count triangulation. Malam harinya, diisi dengan pematerian oleh Yan Lu dari Cloud Mountain Conservation Foundation – China selaku peneliti dan konservasionis owa jambul hitam (Nomascus hainanus) di China.

Kegiatan lapangan kedua, pada 25 November 2023 kembali dilakukan pengamatan di lokasi yang sama dan melepaskan alat SM-4 Wildlife Recorder. Saat kembali dari lapangan, kami terjebak derasnya hujan dan memutuskan untuk berteduh serta bercengkerama di warung sekitar. Tak lama kemudian hujan reda dan kami segera kembali untuk melakukan kegiatan selanjutnya, yaitu analisis data populasi dan suara owa jawa yang diperoleh. Analisis data populasi dilakukan sama seperti hari kemarin, sedangkan data suara owa jawa dianalisis menggunakan software RavenPro 1.6. Saat analisis data suara owa jawa, sebagian besar peserta kebingungan karena itu merupakan kali pertama mereka melakukan olah data suara menggunakan RavenPro 1.6. Namun, Mbak Liya mengajari kami secara perlahan hingga kami semua mengerti cara penggunaannya. Kemudian dilakukan penyusunan laporan kelompok untuk dipresentasikan di akhir kegiatan. Semua kelompok langsung dengan cepat mengerjakan laporan agar dapat segera istirahat.

Akhirnya tiba di tanggal 26 November 2023 yang merupakan hari terakhir kegiatan Metode Survei Primata X. Hari ini, peserta diajak untuk melakukan primate watching dan kunjungan ke tempat budidaya lebah madu yang dibina oleh SwaraOwa. Saat primate watching, kami sangat senang karena menemukan empat jenis primata yang ada di Petungkriyono, yaitu lutung jawa (Trachypithecus auratus), rekrekan (Presbytis frederica), owa jawa (Hylobates moloch), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Selain melihat mereka secara langsung, kami juga mendengar great call owa jawa dengan sangat jelas loh. Setelah primate watching, kami menuju ke lokasi budidaya lebah madu untuk melihat cara mereka budidaya dan menyicipi madu hasil produksi. Saat hendak pulang, hujan turun sangat deras dan kami memutuskan untuk berteduh sejenak. Kemudian dilakukan presentasi dan pengumuman juara dari hasil laporan kelompok yang telah disusun.

Saat perpisahan antar panitia dan peserta semakin dekat, Arif Setiawan selaku ketua SwaraOwa menyampaikan penutupan dan ucapan terima kasih atas antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan pelatihan Metode Survei Primata X. Setelah itu, kami semua berpamitan untuk bersiap pulang. Semoga dengan selesainya kegiatan Metode Survei Primata X ini dapat membuat para peserta menjadi lebih paham terkait konservasi owa jawa, mengerti tentang metode vocal count triangulation dan alat bioakustik untuk penelitian owa jawa, serta membangun relasi bagi peneliti dan konservasionis owa di Indonesia.

 

KISAH KONSERVASI : MENILIK MERBABU DARI SELO

Menepi sejenak dari hiruk pikuk dunia perkuliahan yang sangat menguras energi, mari kita melihat sejenak alam kita yang memanggil dengan segala keindahan dan kekayaan yang ditawarkan. Yap, salah satu jantung keindahan pulau Jawa adalah kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) dimana taman nasional ini merupakan taman nasional yang mencakup kawasan hutan di Gunung Merbabu. Secara administratif, TNGMb ke dalam wilayah 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Taman Nasional Gunung Merbabu terletak antara 110º26’22” bujur timur dan 7º27’13” lintang selatan. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Merbabu Seluas 5.725 hektare. TNGMb terdiri dari 6 zona yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, Zona Tradisional, Zona Rehabilitasi, dan Zona Religi & Budaya. Di balik kerennya Taman Nasional Gunung Merbabu, terdapat aksesibilitas yang cukup tinggi. Didukung juga oleh keberadaan daerah enclave didalam kawasan TNGMb yang cukup luas yaitu di Desa Batur, Desa Kopeng, dan Desa Tajuk di Kecamatan Getasan seluas ±283,51 hektare. Sedangkan di Kabupaten Magelang terdapat daerah enclave dengan luasan yang tidak terlalu besar meliputi Desa Kenalan, Desa Kaponan, Desa Ketundan dan Desa Pogalan Kecamatan Pakis dengan luas ±24,01 hektare serta Desa Genikan di Kecamatan Ngablak seluas ± 0.63 hektare. Area enclave di sini meliputi pemukiman dan lahan milik masyarakat yang dijadikan lahan pertanian.

Kawasan TNGMb memiliki topografi yang tidak kompak, menjari dan terfragmentasi oleh jalan provinsi yang membelah kawasan. Kondisi ini dapat ditemukan di sisi barat kawasan (Kabupaten Magelang). Tidak perlu khawatir jika berkunjung ke sini karena akses masuk kawasannya sangat mudah untuk dilalui. Akses menuju batas kawasan TNGMb kebanyakan berupa jalan aspal, jalan makadam, dan jalan beton. Sedangkan untuk masuk lebih dalam ke kawasan hutannya terdapat akses berupa jalan setapak dengan melalui jalur pendakian dan terdapat akses masyarakat untuk menuju ke zona tradisional. Taman Nasional Gunung Merbabu terdiri dari beberapa resort salah satunya adalah Resort Selo. Resort Selo terletak di Dusun Genting, Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Kondisi Jalan Solo – Boyolali – Selo cukup bagus, semntara jalan arah Selo – Basecamp Genting sudah berbentuk cor beton dengan jalan yang menanjak dan bila hujan agak rawan untuk dilalui. Pendakian Gunung Merbabu jalur Selo dimulai dari Desa Selo, yang merupakan titik awal menuju puncak Gunung Merbabu. Dari basecamp Selo, pendaki akan melewati beberapa pos dan perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam.

Salah satu jendela untuk menilik merbabu adalah melalui Jalur Selo. Jalur selo merupakan salah satu jalur yang paling banyak diminati oleh pendaki. khususnya bagi pemula karena jalurnya terbilang cukup aman. Sepanjang perjalanan dari pintu masuk pendakian Selo akan dijumpai berbagai macam flora maupun fauna/satwa. Jenis tumbuhan yang bisa ditemui sepanjang pendakian adalah jenis bintami, cemara gunung, puspa, pinus, pakis, Acacia decurrens, kesowo, pampung, cantigi, edelweiss, dan masih banyak lagi. Bunga edelweiss memiliki penampilan yang khas dan mudah dikenali. Kelopak bunganya berbentuk seperti bintang atau cakram dengan tepi berwarna putih dan lebar. Bunga ini terlihat tebal dan berbulu halus, memberikannya tampilan yang lembut dan indah. Satwa yang bisa dijumpai di jalur pendakian Selo di antaranya adalah rek-rekan (sebagai satwa prioritas dan dilindungi di Taman Nasional Gunung Merbabu), lutung budeng/lutung hitam, monyet ekor panjang, ayam hutan, elang, serta beberapa jenis burung lainnya. Saat mulai memasuki jalur pendakian, pendaki akan disambut dengan gapura bertuliskan Jalur Pendakian Selo Taman Nasional Gunung Merbabu. Sebelum memulai pendakian, di kantor resort pendaki harus melakukan registrasi ulang dengan menunjukkan kartu identitas, KTP, atau SIM. Sebelumnya para pendaki harus melakukan registrasi secara daring melalui laman resmi Taman Nasional Gunung Merbabu dan setiap kelompok atau tim wajib terdiri dari minimal 3 orang. 

Saat mendaki Gunung Merbabu, kita akan disuguhkan oleh pemandangan luas yang memukau. Sepanjang jalur pendakian Selo, kita dapat melihat panorama yang spektakuler, termasuk gunung-gunung di sekitarnya, lembah-lembah yang hijau, dan awan yang melayang di langit biru. Jalur pendakian Selo melewati hutan tropis yang hijau dan lebat. Pohon-pohon tinggi dan rimbun menciptakan koridor alami yang menakjubkan. Suara burung-burung hutan dan aroma segar dedaunan menambahkan keunikan dan keindahan perjalanan. Seperti pada jalur pendakian umumnya, masalah yang dijumpai di jalur pendakian Selo adalah masalah sampah yang ditemukan di kawasan tersebut. Kesadaran para pengunjung di jalur pendakian Selo untuk tidak meninggalkan sampah di gunung masih rendah sehingga banyak sampah yang ditinggalkan di kawasan. Sepanjang jalur pendakian Selo juga tidak akan dijumpai sumber mata air, sehingga para pengunjung harus memperhitungkan benar kebutuhan air yang harus disiapkan selama kegiatan dilaksanakan. Walaupun sudah dilakukan pengecekan sampah sebelum naik, informasi dari beberapa pendaki masih menemukan sampah bahkan hingga di lokasi camp.

Fasilitas dan pelayanan yang ada di jalur pendakian Selo diantaranya adalah Pos pemungutan retribusi PNBP dan basecamp yang dikelola oleh masyarakat yang bermitra dengan taman nasional TNGMb. Tidak perlu khawatir kalau hendak bermalam terlebih dahulu untuk memulihkan tenaga karena ada basecamp yang termasuk nyaman dan gratis. Kita hanya perlu memesan minum atau makan untuk sekadar menghormati pemilik basecamp yang sudah kita singgahi. Di basecamp-nya tersedia berbagai jenis makanan seperti soto, mie goreng/mie rebus, nasi rames dan aneka minuman seperti kopi, teh, susu, dan lain-lain. Basecamp ini juga digunakan sebagai tempat penjualan berbagai macam souvenir meliputi gantungan kunci, kaos, stiker, slayer, dan lain-lain. Ada juga alat-alat pendakian dan alat outdoor yang disewakan. Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari Boyolali dengan menaiki motor bersama-sama sembari menikmati jalan menuju Merbabu.

Kawasan hutan di TNGMb tidak lepas dari masyarakat yang tinggal disekitar resort Selo. Masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Merbabu umumnya terdiri dari beragam kelompok etnis dan kebudayaan yang telah lama tinggal di sekitar taman nasional tersebut. Masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan hutan dan lingkungan sekitarnya dan bergantung pada sumber daya alam yang disediakan oleh hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Mmasyarakat di resort selo disokong oleh 2 tuk atau sumber air yaitu tuk babon dan tuk pakis yang cukup memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar. Airnya dialirkan melalui pipa yang melintasi rumah-rumah masyarakat. Jika sudah sampai di Resort Selo, tuk babon dan tuk pakis bisa menjadi salah satu lokasi yang harus dikunjungi untuk merasakan airnya yang segar dan jernih.

Masyarakat juga terlibat dalam kegiatan pertanian dan peternakan yang mencerminkan warisan budaya dan pengetahuan lokal. Dalam realitasnya, TNGMb melibatkan masyarakat sekitar Resort Selo dalam upaya konservasi alam, seperti program penghijauan, pengelolaan sumber daya alam, atau kegiatan edukasi lingkungan biasanya disebut dengan masyarakat mitra yaitu MMP atau Masyarakat Mitra Polhut dan MPA atau Masyarakat Peduli Api. Keterlibatan masyarakat setempat dalam upaya konservasi sangat penting dalam memastikan keberlanjutan dan keberhasilan pengelolaan taman nasional. Selain itu, peran penting dalam menjaga keberlangsungan budaya dan tradisi lokal yang terkait dengan Taman Nasional Gunung Merbabu. Dukungan dan keterlibatan masyakarat dalam pelestarian warisan budaya dapat membantu mempertahankan identitas lokal dan mempromosikan keberagaman budaya di wilayah TNGMb. Penting untuk menjalin hubungan yang harmonis antara masyarakat setempat dan otoritas taman nasional guna memastikan keberlanjutan konservasi alam, serta meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar. Komunikasi terbuka dan keterlibatan aktif masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan taman nasional dapat membantu memastikan keberhasilan upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Mendaki Gunung Merbabu tidak hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang menikmati keindahan alam, keanekaragaman hayati, dan petualangan yang mempesona. Setiap langkah mendaki membawa pengalaman yang tak terlupakan dan menyelam dalam keelokan alam pegunungan. Mendaki Gunung Merbabu membawa rasa kehormatan pada kebesaran alam. Dalam keheningan di sepanjang jalur Selo, kita dapat merasakan betapa kecilnya manusia di tengah keagungan alam semesta.

 

 

Sumber informasi :

  • Focus grup discussion dengan pengelola taman nasional gunung merbabu resort selo
  • Gunawati, D. 2021. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu Dalam Dialektika Norma Dan Realita. PKn Progresif, Vol. 12 No. 2
  • Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Rencana Strategis Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu, Boyolali.
  • Potensi Kawasan taman nasional gunung erbabu .https://tngunungmerbabu.org/potensi-kawasan/.diakses pada 7 november 2023 pukul 17.00 WIB.
  • Peraturan Menteri Kehutanan P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementrian Kehutanan Tahun 2010-2014.
  • Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian alam.
  • Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.135/Menhut-II/2004 Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem.

BERBAGI CERITA PB 2023

Perjalanan Mengungkap Pesona Tersembunyi di Mlandi 

 

SEKILAS PENELITIAN BERSAMA 

Penelitian Bersama merupakan kegiatan kolaborasi oleh kelompok studi FORESTATION yang disebut KP3 (Kelompok Pengamat, Peneliti, dan Pemerhati). Kegiatan tersebut berupa penelitian yang berfokus pada lima bidang meliputi Burung, Herpetofauna, Primata, Wetland, dan Ekowisata. Penelitian Bersama 2023 dilaksanakan 7 hari mulai tanggal 2 hingga 8 Juni 2023 dengan hari efektif selama 5 hari di Desa Mlandi, Wonosobo, Jawa Tengah. Tema yang diangkat pada Penelitian Bersama 2023 yakni “Mlanditorium: Menembus Batas Pesona Kaldera Bismo”. 

 

Berikut kilas balik perjalanan kami menemukan potensi alam Kaldera Bismo, Mlandi. 

Selamat membaca dan ikuti keseruannya hingga akhir! 

MLANDITORIUM 

Desa Mlandi adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Garung, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah dengan total luas 398.248 ha. Desa Mlandi termasuk ke dalam kawasan hulu DAS Serayu dengan banyak titik mata air yang dialirkan untuk pertanian dan permukiman. Sebagai bagian hulu DAS Serayu, Mlandi memiliki nilai strategis yang memengaruhi kondisi Sungai Serayu dan berperan dalam konservasi alam serta ekosistem lingkungan di bawahnya. 

Topografi Desa Mlandi berupa pegunungan dan perbukitan. Kawasannya berada di lereng Gunung Bisma dan Gunung Paponan dan merupakan lokasi destinasi wisata Curug Sikarim. Mlandi menarik dieksplorasi karena memiliki keanekaragaman hayati tinggi, berbagai jenis flora dan fauna yang hidup di wilayah tersebut. Selain sumber daya hayati yang melimpah, Desa Mlandi juga memiliki bentang alam dengan keindahan yang memesona sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.  

 

CERITA SEPEKAN DI MLANDI  

Hari Jumat, 2 Juni 2023 dilaksanakan pelepasan peserta Penelitian Bersama 2023 oleh Pak Sena selaku Kepala Departemen KSDH Fakultas Kehutanan UGM di halaman Gedung Akademik Fakultas Kehutanan UGM sekaligus pembukaan kegiatan. Rombongan selanjutnya berangkat menggunakan bus Fakultas Kehutanan UGM pukul 19.00 WIB. Perjalanan menuju Mlandi memakan waktu selama 3 jam. Ketika sampai, rombongan langsung menata ruangan untuk beristirahat sebelum berkegiatan lapangan keesokan harinya.

Pengambilan data dilakukan selama 5 hari dengan membagi kelompok menjadi 4 tim yaitu tim wildlife A, tim wildlife B, tim wetland, dan tim ekowisata dilengkapi medis dan DDD tiap timnya. Kegiatan dimulai pagi hari dengan berkumpul di basecamp lalu presensi peserta. Kami naik pick up menuju lokasi pengamatan, terkecuali tim ekowisata dengan kendaraan pribadi. Perjalanan selama 5-10 menit disuguhi pemandangan lereng Gunung Bismo yang indah. Setiap tim menyusuri masing-masing jalur pengamatan. Tim Wildlife mengambil data keanekaragaman dan distribusi spasial fauna; tim Wetland kualitas air dan vegetasi riparian; tim Ekowisata mengambil data potensi wisata di lokasi penelitian melalui wawancara dengan masyarakat lokal. 

Pengambilan data dilakukan hingga pukul 15.00 WIB termasuk di dalamnya jeda waktu untuk ishoma. Seluruh tim kembali turun ke basecamp dengan naik pick up lagi dan melanjutkan kegiatan pribadi. Agenda malam diisi dengan evaluasi dan briefing teknis lapangan hari berikutnya. Selain itu, dilakukan input data hasil pengamatan yang telah diperoleh. Kegiatan malam yang tak kalah ditunggu, herping malam bersama sobat herpet, didampingi babinkamtibmas dan babinsa setempat. 

Selama 5 hari pengambilan data, kami diterima dengan baik oleh pemerintah dan masyarakat Desa Mlandi. Ketua LMDH Mlandi dan Kepala PUPR Wonosobo juga sempat sowan untuk menyambut kami. Puncak kegiatan di tanggal 7 Juni 2023 dilaksanakan sarasehan dengan mengundang perwakilan masyarakat, perangkat desa, Ketua LMDH Mlandi, Camat Garung, hingga Asper Perhutani. Acaranya juga turut dihadiri oleh perwakilan JAVLEC dan mas mbak FORESTATION kepengurusan sebelumnya yang telah datang sejak siang hari. Sarasehan dilakukan sebagai silaturahmi sekaligus pemaparan hasil PB selama 5 hari. Acara berjalan lancar dan ditutup dengan foto bersama. 

 

Hari terakhir di Mlandi, tanggal 8 Juni 2023, dilakukan evaluasi keseluruhan kegiatan. Kemudian dilanjutkan persiapan kepulangan. Sebelum pulang, koor KP3 ngobrol bersama Kepala PUPR Wonosobo terkait hasil pengamatan. Kemudian, panitia PB 2023 memberikan kenang-kenangan berupa plakat kepada perwakilan perangkat Desa Mlandi. Rombongan kembali ke Jogja sekitar pukul 13.15 WIB dan tiba di Fakultas Kehutanan UGM sekitar pukul 17.00 WIB. Sayonara! 

 

PERJALANAN PARA RANGERS

Potongan cerita kelima rangers menemukan satu per satu bagian kisah, mengumpulkan, dan menjadikannya utuh. 

 

Bagian satu : “Berjumpa Si Pengicau Endemik hingga Sang Predator”

(HARI KE-2)

Langit berawan, sedikit remang-remang karena kabut menyelimuti. Menjadi tantangan mencari burung yang bersembunyi atau hinggap di pohon kanan dan kiri. Sobat Burung melangkahkan kaki mencari. Perjumpaan pertama berhasil menemui 2 burung kipasan ekor merah, si burung pengicau endemik unik dengan ekor berwarna merah jingga yang sedang hinggap di ranting. Melangkah lagi, terdengar suara kipasan ekor merah yang tidak menampakkan diri. Banyak juga suara-suara burung yang setelah diidentifikasi diantaranya merupakan berencet kerdil, cucak kutilang, tesia jawa, cikrak daun, cica-koreng jawa, cingcoang coklat, dan wiwik uncuing sehingga tidak terdokumentasi. Beberapa burung juga terlihat hinggap atau bertengger seperti bubut jawa, bentet kelabu, cinenen jawa, cucak kutilang, dan cekakak jawa. Hal epik dalam pengamatan ini, tampak gelap dari kejauhan, di luar plot point count ditemukan 1 jenis top predator, yaitu spesies raptor atau elang, Ictinaetus malayensis, yang sedang terbang tinggi. 

 

Bagian dua : “Harapan bertemu Megophrys montana Terakhir Kali”

Herping merupakan kegiatan pengamatan herpetofauna secara langsung di alam. Perjalanan hari terakhir sobat Herpet dengan menyusuri jalur pengamatan melalui tepi jalan dekat aliran sungai. Substrat dan tutupan bawah dibongkar dan diamati. Dua ratus meter berjalan, harapan berjumpa kembali dengan Megophrys montana terjadi. Perfect timing! Setelah perjumpaan pertama tadi, di plot selanjutnya tim wildlife ini ditemui lagi oleh Megophrys montana, sang katak bertanduk yang berada di atas seresah. Observasi pagi ditutup dengan penemuan Microhyla achatina, percil jawa yang mungil dengan corak unik, yang terlihat di kebun bawang milik warga. Eksplorasi satwa oleh KP3 Herpetofauna dilanjutkan malam hari sekaligus menutup perjalanan di Mlandi. Diiringi rintik hujan dan kabut, herping menjadi semakin seru. Apalagi lengkap ditemani babinkamtibmas, babinsa, juga warga Mlandi. Berangkat dengan starter pack sepatu boots, jaket, headlamp, dan snake hook dengan menaiki mobil polisi. Berbekal informasi dari salah satu warga Mlandi, rute herping terakhir menggunakan rute baru yang sebelumnya belum dilalui. Tak disangka pada pengamatan ini ditemui spesies unik nan menarik, Polypedates leucomystax dan Rhacophorus reinwardtii. 

 

Bagian tiga : “Mengintip Koloni si Hitam Menawan”

Cuaca cerah kala itu. Sobat Primata berjalan memasuki hutan mencari satu-satunya primata penghuni Mlandi, lutung jawa. Satu jam melintasi jalur terlihat 3 ekor lutung sedang berayun-ayun. Lima belas menit berjalan kaki, 3 lutung menampakkan diri, sedang makan dan lokomosi. Setelah mengambil dokumentasi, perjalanan dilanjutkan kembali. Lagi-lagi, ditemukan 4 lutung dengan 1 anak lutung sedang makan dan tak lama setelahnya 5 lutung terlihat sedang makan juga. Kebanyakan lutung-lutung yang ditemui sedang memakan daun suren dan puspa yang masih muda. Satwa ini mulai tidak terlihat pada pukul 13.00 WIB hingga pukul 15.30 WIB. Lutung sulit dijumpai di siang hingga sore hari karena diduga sedang beristirahat. Distribusi lutung di Mlandi tidak merata, mereka mencari lokasi yang sesuai untuk dihuni. 

 

Bagian empat : “Momen Main Air dan Basah-basahan”

Sungai Kongkong merupakan sumber air yang mengalir di tengah Kawasan Hutan Lindung Desa Mlandi. Keberadaan Sungai Kongkong ini menyuplai air bagi komponen hayati yang ada di sekitarnya, termasuk Mlandi, sehingga kualitasnya perlu diketahui sebagai pertimbangan perencanaan ekowisata. Saatnya sobat Wetland terjun! Perjalanan menuju tiga stasiun pengamatan disuguhi lanskap indah di sekitar perairan yang dipenuhi berbagai macam vegetasi riparian seperti kecubung, rumput gelagah, pacar air, kaliandra, dan jenitri. Ada sedikit turunan yang harus dilalui namun cukup mudah karena ada jalur bekas pijak kaki. Hamparan air dengan debit kecil nan jernih sangat menenangkan. Sungai Kongkong memiliki suhu yang dingin dengan kedalaman perairan dangkal. Adanya bebatuan di dasar sungai, membentuk percikan sehingga terbentuk gelombang-gelombang kecil. Kejernihan dari Sungai Kongkong menjadi potensi atraksi yang dapat dinikmati untuk sekadar bersantai sembari bermain air sungai atau mandi. 

 

Bagian lima : “Mengungkap Pesona Wisata Kaldera Bismo” 

Perjalanan selama sepekan di Mlandi tidak hanya memberikan pengalaman unik namun juga mengungkap pesona yang menarik. Potensi ekowisata di Kawasan Hutan Lindung Desa Mlandi, mencakup 5 dusun yakni Sirangkel, Tedunan, Gondang, Gandoran, dan Mlandi, dilihat dari aspek alam dan potensi sosial. Eksplorasi para sobat Ekowi bahwa Desa Mlandi memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah. Kondisi biofisik alami dan asri, tanah yang subur, serta air yang melimpah. Mlandi memiliki berbagai macam vegetasi yang membentuk lanskap indah berupa pemandangan kaldera Gunung Bismo di tepi jalan, atau dikenal Bismo View. Bukan hanya menawarkan pesona alam, Mlandi juga menyimpan keanekaragaman satwa mulai dari burung pengicau, sang predator elang hitam, dan herpetofauna, hingga lutung sehingga menawarkan pengalaman yang khas. Dari rangkuman cerita menariknya, dapat dikatkan Mlandi memiliki banyak potensi dan layak untuk dikembangkan sebagai objek wisata.  

 

Sekian cerita singkat ini. Setelah Penelitian Bersama telah usai, kami pulang dengan kesan dan kenangan tak terlupakan. Tak lupa kami berjanji untuk kembali ke sini. Tertarik untuk ikut? 

 

SEJUMPUT MEMORI

Momen momen mini dari perjalanan singkat kami di Mlandi,

Rilis Buletin AKASIA Vol. XIV

Hai Conservationists!

Apa kabar? Semoga selalu sehat dimanapun kita berada. Buletin Akasia kembali lagi, nih! Kali ini, Buletin Akasia Volume 14 telah hadir dengan tajuk Etnokonservasi dan Karbon Biru.

Konservasi tidak bisa berhasil sepenuhnya tanpa bantuan masyarakat. Upaya konservasi yang sering disebut etnokonservasi ini menunjukkan betapa pentingnya upaya konservasi dengan bantuan masyarakat. Selain itu, upaya konservasi lain yang berdampak besar adalah menjaga kelestarian ekosistem karbon biru. Ekosistem tersebut dapat menyerap karbon sebanyak tiga hingga lima kali lebih banyak dari hutan tropis di daratan. Sehingga, ekosistem ini dapat menjadi salah satu strategi dalam pengurangan karbon penyebab pemanasan global. Tentu saja, dampaknya akan semakin besar apabila dikombinasikan dengan etnokonservasi.

Jika kalian ingin membaca lebih banyak, Buletin Akasia Volume 14 bisa diakses melalui link di bawah ini!

https://bit.ly/AkasiaVolXIV

KSDH JAYA!!