Eksistensi Kawasan Ekosistem Esensial : Menopang Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati

Penulis : Khansa Hanun Afifah

Pemerintah Indonesia melalui PP No 28 tahun 2011 menetapkan kawasan suaka alam (KSA) dan kawasan pelestarian alam (KPA) baik daratan dan lautan yang mencapai luasan lebih kurang 28 juta hektar. Berdasarkan data Gap Analysis oleh Kementerian Kehutanan dan berbagai lembaga pada tahun 2010 diperoleh data bahwa terdapat lebih dari 105 juta hektar yang dikategorikan sebagai ekosistem penting digolongkan sebagai penyangga/penghubung yang berada di luar kawasan konservasi. Ekosistem penting tersebut memiliki fungsi koridor berupa hidupan liar serta zona penyangga ekosistem sekaligus sebagai ekosistem alami dan/atau buatan dengan tingkat konservasi tinggi. Di luar kawasan konservasi terdapat sekitar 80% satwa dilindungi yang bernilai penting (Gap Analysis Keterwakilan Ekologis Konservasi di Indonesia, 2010). Strategi konservasi yang dititikberatkan pada kawasan konservasi dan hutan lindung di Indonesia pada dasarnya belum dapat menjamin kelestarian keanekaragaman hayati. Dengan demikian, untuk melindungi kawasan penting tersebut pemerintah menetapkan suatu area sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE).

Ekosistem esensial berperan penting dalam menunjang upaya perlindungan keanekaragaman hayati meliputi ekosistem, spesies, dan plasma nutfah untuk mempertahankan eksistensi keanekaragaman genetik yang masih ada. KEE melindungi terancamnya kawasan di luar kawasan hutan konservasi yang secara ekologis penting bagi konservasi keanekaragaman hayati yang mencakup ekosistem alami dan buatan yang memiliki keunikan baik spesies flora maupun fauna. KEE berfungsi dalam hal menjamin kesejahteraan masyarakat serta peningkatan kualitas kehidupan manusia yang ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi.

Berdasarkan pengkajian terkait perlindungan Kawasan Ekosistem Esensial oleh Dikjen KSDAE Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2018, terdapat empat kriteria wilayah utama yang dapat disusulkan sebagai KEE meliputi ekosistem lahan basah, koridor hidupan liar, ABKT (Areal Bernilai Konservasi Tinggi), dan taman kehati. Secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, kategori ekosistem lahan basah meliputi ekosistem unik, habitat burung air (migran), habitat spesies jenis RTE (Rare, Threatened, Endemic), kawasan pencadangan air bersih dan memiliki nilai ekonomi, ilmiah, dan jasa lingkungan lainnya. Kedua, kategori koridor hidupan liar meliputi simpul vegetasi yang menghubugkan dua atau lebih ekosistem, koridor spesies satwa dalam nominasi RTE, dan kawasan yang memiliki konflik satwa dengan manusia yang tinggi. Ketiga, kategori ABKT meliputi kawasan dengan keanekaragaman hayati tinggi, bentang alam luas yang penting bagi proses ekologi alami, ekosistem khas, langka, rentan, dan terancam, kawasan yang berfungsi sebagai penyangga jasa ekosistem seperti kawasan mangrove, karst, gambut dan perairan darat/lahan basah danau, sungai, rawa, payau, dan wilayah pasang surut yang tidak lebih dari enam meter,  areal yang memiliki fungsi sosial dan budaya dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan serta areal yang memiliki stok karbon tinggi. Keempat, kategori taman kehati dengan pengacuan kawasan yang memenuhi kriteria tapak sebagai taman keanekaragam hayati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kawasan ekosistem esensial merupakan suatu inovasi dalam mempertahankan biodiversitas. Pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan ekosistem ini tidak bisa hanya mengandalkan pada salah satu sektor saja namun hal ini melibatkan stakeholder terkait dan peran aktif antara pemerintah pusat dan daerah, lintas kementerian, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat. Pada dasarnya, konsep pembangunan kawasan ekosistem esensial mengedepankan pembangunan masyarakat dengan sinergitas utama demi ketercapaian konservasi keanekaragaman hayati dengan prinsip keberlanjutan dan pelestarian lingkungan. Model pengelolaan KEE tepat dilakukan apabila menitikberatkan pada model kolaboratif dengan melibatkan akomodasi seluruh pihak yang bersangkutan. Hal ini ditujukan untuk mengurangi potensi konflik yang terjadi antara pemangku kebijakan dan masyarakat setempat sehingga persepsi terhadap pengelolaan ekosistem esensial selaras untuk mewujudkan fungsi yang optimal dan lestari melalui sinkronisasi program.

Ditjen KSDAE cq. Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE) KLHK hingga pertengahan tahun 2020 menjalankan skema KEE dalam rangka pengelolaan keanekaragaman hayati dengan melindungi hampir 1 (satu) juta hektar kawasan untuk kehati yang tergolong tinggi di Indonesia. Telah diinisiasi sebanyak 63-unit KEE berdasarkan tipologi yang telah dikaji terdiri atas 12-unit KEE Mangrove, 4-unit KEE Karst, 9-unit KEE Koridor Hidupan Liar, 9-unit KEE ABKT, dan 29-unit KEE Taman Kehati di Indonesia. Persebaran unit lokasi KEE ini hampir merata di seluruh pulau-pulau besar di Indonesia.

Tantangan ke depan terkait dengan pengukuhan KEE lebih condong terhadap permasalahan yang sampai saat ini dihadapi yaitu kurangnya sinergi dan pemahaman tentang peran penting KEE antar stakeholder dan dukungan anggaran untuk pengelolaan KEE di daerah yang masih minim. Diharapkan ke depannya, dukungan dan kolaborasi dari beberapa pihak terkait mampu menjaga keberlanjutan KEE sehingga potensi kekayaan alam hayati sebagai negara megabiodiversitas di Indonesia tetap terjaga.

Visualisasi Kawasan Ekosistem Esensial

Gambar 1. KEE Karst; Sumber : Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KSDAE KLHK, 2018
Gambar 2. Taman Kehati; Sumber : Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KSDAE KLHK, 2018
Gambar 3. KEE Koridor; Sumber : Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KSDAE KLHK, 2018
Gambar 4. Mangrove; Sumber : Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial KSDAE KLHK, 2018

 

Sumber :

Anonim. (2017, 4 Mei). Kawasan Ekosistem Esensial Sebagai Alternatif Pelestarian Keanekaragaman Hayati di Provinsi Banten.  Diakses dari https://dlhk.bantenprov.go.id/read/article/258/Kawasan-Ekosistem-Esensial-Sebagai-Alternatif-Pelestarian-Keanekaragaman-Hayati-di-Provinsi-Banten.html1 pada 7 Februari 2022 pukul 22.30 WIB.

Laporan Kinerja (LKj) 2019. Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial. 2019. KLHK. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Laporan Kinerja (LKj) 2020. Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial. 2020. KLHK. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Pengelolaan Ekosistem Esensial. 2013. Direktorat Kawasan Konservasi dan Bina Hutan Lindung. Kementerian Kehutanan. Dikjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

Perlindungan Kawasan Ekosistem Esensial. 2018. Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Essensial. KLHK. Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem.

Sari, Lana. (2018, 8 Maret). Menggapai Ketertarikan Kawasan Eksosistem Esensial. Diakses dari http://ksdae.menlhk.go.id/berita/2928/menggapai-ketertarikan-kawasan-eksosistem-esensial.html pada 8 Februari 2022 pukul 20.07 WIB.

 

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.