Menengok Owa Jawa di Lereng Gunung Slamet

Penulis: Rima Maharani

Membicarakan primata, terutama di Indonesia, tak boleh ketinggalan untuk menaruh mata pada kera kecil yang kerap disebut owa. Dari total 20 spesies owa di dunia, 7 di antaranya ada di Indonesia yaitu owa bilou (Hylobates klossi), owa jawa (Hylobates moloch), uwa ungko (Hylobates agilis), owa jenggot putih (Hylobates albibarbis), owa kalawat (Hylobates muelleri), owa serudung (Hylobates lar), dan siamang (Symphalangus syndactylus). Dalam dunia internasional, primata yang populasinya terus berkurang ini dinamai “gibbon”. Atensi atas pelestarian owa terbilang cukup besar, bahkan ditetapkan International Gibbon Day setiap 24 Oktober.

Hari Owa Sedunia menjadi momentum untuk mengampanyekan pelestarian owa. SwaraOwa berkolaborasi dengan KP3 Primata (kelompok studi primata FKT UGM), mengadakan kegiatan bertajuk “Gibbon Camp” untuk memperingati hari tersebut.  Pengamatan dilakukan oleh 10 orang perwakilan dari tim KP3 PRIMATA dan 3 orang perwakilan SWARAOWA. Selama 6 hari pada 20-24 Oktober 2021, kami menjelajah lereng Gunung Slamet, Jawa Tengah yang merupakan habitat owa jawa. Tepatnya, kami menelusuri Curug Cipendok dan Curug Gomblang di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Melalui acara ini, kami ingin mengenalkan owa dan habitatnya yang berada di sekitaran Jawa Tengah kepada khalayak luas.

Pada hari pertama, tim baru sampai di site pertama yakni Curug Cipendok pada sore hari. Curug Cipendok terletak di Desa Karangtengah, Kecamatan Cilongok, Banyumas. Malamnya, tim berdiskusi dengan Pak Kuswanto dan Pak Rasim, pengelola dan guide setempat.  Dari penuturan keduanya, diketahui hutan lindung di kawasan Curug Cipendok masih tergolong belum terjamah. Satwa-satwa lain yang pernah dijumpai antara lain macan tutul (Panthera pardus melas), elang jawa (Nisaetus bartelsii), elang bido (Spilornis cheela), surili jawa (Presbytis comata), lutung budeng (Trachypithecus auratus), rusa jawa (Rusa timorensis), babi hutan (Sus scrofa), dan owa jawa (Hylobates moloch).

Bentangan alam Curug Cipendok berupa perbukitan, hutan lindung, hutan pinus (Pinus merkusii), tebing, dan air terjun setinggi 92 meter. Pengamatan dimulai pada Rabu, 21 Oktober 2021 dengan dibagi 2 tim pengamatan masing-masing berjumlah 5 orang. Tim pertama menjelajahi hutan lindung arah Telaga Pucung, tim kedua memutari jalan setapak arah Curug Cipendok. Pengamatan hanya dilakukan hingga pukul 14.00 saja karena saat itu cuaca tidak mendukung. Sayangnya, tidak dijumpai owa jawa sama sekali. Tim pertama menemukan dua kelompok lutung budeng sedangkan tim kedua menemukan tiga kelompok lutung budeng.

Owa jawa akhirnya berhasil kami jumpai keesokan paginya di dekat air terjun. Dua individu owa jawa tengah berpelukan di antara pepohonan. Suara great call terdengar nyaring hingga radius 1 kilometer. Satu kelompok lutung budeng juga muncul di pohon sekitar area camping sekitar pukul tujuh pagi. Tim bergegas menyiapkan kamera dan mendokumentasikan keberadaan lutung. Baik lutung dewasa maupun anak-anak, asyik memanjat dan berpindah antar cabang pohon.

photo by: KP3 Primata

Pandemi dan PPKM membuat Curug Cipendok yang notabene merupakan tempat wisata sempat ditutup untuk masyarakat umum. Hingga kini, potensi alam yang ada di dalamnya masih terjaga dengan baik. Pada 2017, Curug Cipendok sempat terdampak pembangunan PLTB di kaki Gunung Slamet. Pembangunan menyebabkan sungai, yang dimanfaatkan warga lokal sebagai sumber air bersih, menjadi keruh.

Perjalanan kami berlanjut kurang lebih 20 kilometer ke arah barat. Curug Gomblang terletak di Desa Kalisalak, Kecamatan Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas. Bentang alam kawasan ini berupa hutan lindung, tebing, perbukitan, hutan pinus, dan air terjun setinggi 50 meter. Pengamatan dilakukan pada Sabtu, 23 Oktober 2021. Pagi hari kami disambut dengan nyaring suara great call owa jawa dari arah tebing. Tim pertama melakukan pengamatan ke arah hulu curug. Topografi di area tersebut cukup terjal. Jalur yang kami lewati cukup sempit dan berbatasan langsung dengan jurang dan sungai. Apalagi hujan turun semalaman di hari sebelumnya membuat jalan licin, sehingga tim harus ekstra berhati-hati. Hingga tengah hari, tim baru menemukan dua kelompok Lutung, dan belum menemukan Owa Jawa. Setelah beristirahat sejenak, tim pertama kembali mencari keberadaan Owa Jawa di Kawasan Curug Gomblang. Kali ini, tim menyusuri hutan sengon (Albizia chinensis) dan mengarahkan penglihatan ke atas bukit. Sekitar pukul satu siang, tim berhasil menemukan satu kelompok Owa Jawa yang berada di Pohon Beringin di atas bukit. Tim kedua berjalan ke hutan damar (Agathis dammara) ke arah Bukit Cendana. Sayangnya tidak ditemui primata apapun di jalur pengamatan ini.

photo by: KP3 Primata

Rintik hujan mulai turun sehingga pengamatan dicukupkan. Sambil menikmati mendoan hangat dan kopi, kami berbincang-bincang dan Pak Nur dan Mas Aswin selaku guide lokal yang senantiasa mendampingi pengamatan kami. Meskipun merupakan tempat wisata, masih banyak bagian Curug Gomblang yang belum terjamah karena lokasinya yang tersembunyi di balik tebing dan perbukitan. Selain owa jawa yang tiap pagi nyaring bernyanyi, curug ini juga menjadi habitat bagi satwa lain seperti elang brontok (Haliastur indus), lutung jawa (Trachypithecus auratus), elang jawa (Nisaetus bartelsi), dsb.

Minggu, 24 Oktober menandai hari terakhir penjelajahan kami di lereng Gunung Slamet. Selama empat hari pengamatan, membuktikan bahwa lereng Gunung Slamet masih menjadi habitat Owa Jawa dan satwa lain. Untuk itu, mari bersama-sama menjaga alam, agar Owa Jawa yang saat ini kondisinya sudah terancam punah dapat terjaga dari kondisi kepunahan.

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.