Pariwisata merupakan suatu keseluruhan elemen-elemen terkait yang didalamnya terdiri dari wisatawan, daerah tujuan wisata, perjalanan, industri dan lain sebagainya yang merupakan kegiatan pariwisata. Pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang merupakan penggerak utama sektor kepariwisataan membutuhkan kerjasama seluruh pemangku kepentingan yang terdiri dari masyarakat dan pemerintah, kerjasama langsung dari kalangan usaha maupun dari pihak swasta. Daya tarik dalam obyek wisata merupakan salah satu modal utama yang harus dimiliki dalam upaya peningkatan dan pengembangan Obyek dan Daya Tarik Wisata. Keberadaan Obyek dan Daya Tarik Wisata merupakan mata rantai terpenting dalam suatu kegiatan wisata, hal ini disebabkan karena faktor utama yang membuat pengunjung atau wisatawan untuk mengunjungi daerah tujuan wisata adalah potensi dan daya tarik yang dimiliki obyek wisata tersebut.
Perilaku bermain tersebar luas pada mamalia, dan memiliki konsekuensi bagi perkembangan yang penting. Sebuah studi baru pada simpanse muda menunjukkan bahwa hewan ini bermain dan mengembangkan banyak cara yang sama seperti anak-anak manusia. Dalam membandingkan perilaku-perilaku ini dengan studi sebelumnya yang dilakukan pada manusia, mereka menemukan bahwa kedua spesies ini menunjukkan perkembangan kuantitatif dan kualitatif yang signifikan dalam perilaku bermain dari bayi sampai usia muda.
Studi ini, yang dipublikasikan dalam edisi 16 November jurnal PLoS ONE, dengan demikian dapat pula menjelaskan tentang peran perilaku bermain pada manusia. Para penulis studi ini, Elisabetta Palagi dan Giada Cordoni, dari Universitas Pisa di Italia, menemukan bahwa simpanse bermain soliter yang puncaknya pada masa bayi, sedangkan waktu yang dihabiskan dalam bermain sosial relatif konstan antara masa bayi dan remaja. Namun jenis permainan sosial sedikit berubah seiring pertumbuhannya, dalam hal langkah-langkah seperti pilihan kompleksitas dan teman bermainnya.
Aku ingin tahu, sebenarnya apa yang terlintas di benak kalian ketika mendengar kata “konservasi”? Aku yakin sebagian dari kalian langsung memikirkan satu hal ini, menjaga. Ya, konsep sederhana itu memang tidak salah.
Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, pada Pasal 1 Ayat 2, pengertian Konservasi Sumber Daya Alam Hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Dengan kata lain, sebenarnya kita masih bisa memanfaatkan semua sumber daya alam yang ada, tapi yang perlu diingat, kehidupan ini ada tidak hanya untuk kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sangat membutuhkan alam. Begitu juga alam, mereka membutuhkan manusia untuk memastikan keberadaannya akan tetap terjaga.
Beberapa waktu lalu, Indonesia kembali didatangi bencana banjir dan longsor. Penyebab dari adanya bencana-bencana tersebut diduga karena adanya curah hujan yang tinggi, dan mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah bencana banjir dan longsor yang terjadi di Bengkulu pada Sabtu (27/4/2019). Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, mengungkapkan terdapat 4 hal penyebab banjir dan longsor yang menerjang wilayahnya dan menyebabkan 29 korban meninggal dunia, yaitu persoalan di daerah hulu sungai, daerah aliran sungai (DAS), daerah hilir sungai, dan daerah resapan air (DRA). Menurut Rohidin, DAS-nya sudah pengalami penyempitan di hampir semua badan sungai. Pada kawasan hulu sungai telah terjadi kerusakan hutan yang disebabkan oleh adanya aktivitas pertambangan, penggundulan hutan, serta Hak Guna Usaha (HGU). Hal tersebut kemudian berdampak pada kawasan hilir. Selain itu DRA juga telah mengalami penurunan lantaran adanya pertambahan perumahan dalam 5 tahun terakhir. Adanya bencana tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat kekurangan dalam pengelolaan DAS di kawasan tersebut.
Foto Kegiatan Pengamatan Habitat
Oleh : Ryan Prihantoro
Cuaca Jogjakarta di penghujung weekend (06/4/2019) nampaknya mendukung perjalanan untuk melakukan pengamatan habitat monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di Suaka Margasatwa Paliyan. Sebuah suaka margasatwa dengan luasan 434,834 Ha yang masuk dalam dua kecamatan yaitu Kecamatan Paliyan dan Kecamatan Saptosar, Kabupaten Gunung Kidul. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 171/Kpts-II/2000 tanggal 29 Juni 2000 tentang penunjukan kawasan hutan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian hutan Paliyan dialihfungsikan menjadi Suaka Margasatwa Paliyan. Sehingga, kawasan yang tadinya dikelola oleh Dinas Kehutanan Provinsi Yogyakarta yaitu pada petak 136 s/d 141 sebagai hutan produksi menjadi kawasan yang diperuntukkan untuk melindungi habitat monyet ekor panjang sekaligus menjadi tempat khusus untuk monyet ekor panjang tidak keluar ke kawasan penduduk (Sulistyo, 2005).
Foto Tim KP3 Primata FORESTATION FKT UGM dan KSSL FKH UGM
Pada Sabtu, 2 Maret 2019 kawan-kawan KP3 Primata berkesempatan melakukan pengamatan Kukang Jawa (Nycticebus javanicus) di Hutan Kemuning, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Kukang Jawa merupakan salah satu primata yang sering diburu dan dijual. Menurut IUCN Redlist status konservasi kukang Jawa saat ini adalah kritis. Selain dihadapkan dengan tantangan perburuan dan perdagangan illegal, habitatnya saat ini telah berkurang dan semakin sempit, diacu dalam website kukangku hanya tersisa 20% area yang masih layak sebagai habitat satwa tersebut. Pengamatan ini merupakan yang kedua kalinya dan kali ini kami bersama kawan dari KSSL (Kelompok Studi Satwa Liar) FKH UGM.