Penulis : Aina Nur Fitri
Hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang ada di kawasan perkotaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No.P.03/Menhut-V/2004, hutan kota dapat diartikan sebagai satu kesatuan ekosistem berupa hamparan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan, baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Sehingga, secara garis besar hutan kota adalah ruang terbuka yang berisi komunitas vegetasi berupa asosiasi pepohonan dengan berbagai bentuk dan memiliki struktur menyerupai ekosistem hutan alam sehingga memungkinkan kehidupan bagi satwa liar (Irwan, 1994 dalam Alfian dan Kurniawan, 2010). Menurut Marini (1996) dalam Alfian dan Kurniawan (2010), hutan kota terdiri dari berbagai tipe sesuai dengan tujuan dan peruntukannya, meliputi hutan kota konservasi, hutan kota zona industri, hutan kota wilayah pemukiman, hutan kota wisata, hutan kota perlindungan satwa, dan berbagai tipe lainnya.
Terdapat beberapa bentuk hutan kota menurut Irwan (1994) dalam Alfian dan Kurniawan (2010), meliputi bentuk bergerombol atau menumpuk, menyebar, dan berbentuk jalur. Bentuk bergerombol atau menumpuk, yaitu bentuk hutan kota dengan komunitas vegetasi yang terkonsentrasi di suatu areal dengan minimal jumlah 100 pohon dan jarak tanam rapat tidak beraturan. Sementara bentuk menyebar, yaitu hutan kota tanpa pola tertentu dengan vegetasi yang tumbuh terpencar membentuk rumpun atau kelompok kecil. Terakhir, bentuk jalur adalah hutan kota dengan vegetasi yang tumbuh pada lahan berbentuk jalur atau mengikuti bentuk tertentu, seperti sungai, jalan, pantai, dan sebagainya. Selain bentuk, terdapat juga istilah struktur hutan kota, yaitu komposisi jumlah dan keanekaragaman komunitas vegetasi penyusun hutan kota. Struktur hutan kota ini dapat dibagi menjadi berstrata dua, yaitu komunitas vegetasi penyusun hutan kota hanya terdiri dari pepohonan dan rerumputan atau penutup lain, dan berstrata banyak, yaitu komposisi hutan kota terdiri dari pepohonan dan rerumputan, serta terdapat semak, liana, dan ditemukan juga semai-semai anakan dengan jarak tanam rapat tak beraturan menyerupai komunitas vegetasi yang ada di hutan alam (Alfian dan Kurniawan, 2010).
Banyak hutan kota yang ada di Indonesia, antara lain hutan kota Malabar yang ada di Malang dan hutan kota Bukit Senja di kota Singkawang. Hutan kota Malabar memiliki pola pertanaman yang tidak teratur dan vegetasi yang ada tumbuh secara menyebar dengan tumbuhan sejenis tidak tumbuh secara terkonsentrasi, sehingga dapat ditentukan bahwa bentuk hutan kota Malabar adalah menyebar. Dengan struktur yang terdiri dari strata pepohonan, rumput, semak, perdu, dan terdapat juga anakan dari beberapa jenis pohon menjadikan hutan kota Malabar termasuk dalam struktur strata banyak (Alfian dan Kurniawan, 2010). Sementara hutan kota Bukit Senja memiliki karakter, yaitu tersusun atas 35 spesies yang tersebar dalam empat tingkat pertumbuhan, yaitu semai, pancang, tiang, dan pohon. Salah satu jenis vegetasi yang ditemukan di hutan kota Bukit Senja adalah Hevea brasiliensis dan Durio zibethinus (Melaponty et al., 2019).
Keberadaan hutan kota memiliki berbagai manfaat, salah satunya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup. Dimana berdasarkan aspek ekologis hutan kota mampu menghadirkan udara yang segar dan sejuk sehingga masyarakat merasa nyaman. Jika dilihat dari aspek lanskap, penempatan hutan kota yang tepat dapat mengurangi polusi dari kendaraan bermotor, baik polusi udara maupun suara (Alfian dan Kurniawan, 2010). Selain itu, dalam peningkatan kualitas hidup, hutan kota juga dapat ditinjau perannya dalam siklus air dimana hutan kota mampu meredam hujan yang menerpa tanah melalui sistem presipitasinya, sehingga dapat menahan erosi dengan mengalirkan air hujan secara perlahan masuk ke dalam tanah sebagai air tanah bukan sebagai aliran permukaan atau run off. Dengan demikian adanya aliran permukaan dapat ditekan dan kemungkinan terjadi erosi maupun longsor dapat diminimalisir.
Hutan kota juga memiliki manfaat lain berdasarkan aspek estetika. Keberadaan hutan kota dapat meningkatkan nilai estetika dengan penambahan corak identitas dalam perencanaan pembangunan suatu kota (Paransi et al., 2021). Selain itu, dengan bentuk dan struktur yang sesuai, hutan kota dapat memiliki daya tarik akan keindahannya bagi pengunjung untuk datang ke hutan kota. Sesuai dengan pendapat Paransi et al. (2021) bahwa hutan kota yang memiliki strata banyak akan bernilai estetika lebih tinggi.
Referensi
Alfian, R dan Kurniawan, H. 2010. Identifikasi Bentuk, Struktur dan Peranan Hutan Kota Malabar Malang. Buana Sains. Vol. 10 (2) : 195-201.
Melaponty, D. P., Fahrizal, dan Manurung, T. F. 2019. Keanekaragaman Jenis Vegetasi Tegakan Hutan Pada Kawasan Hutan Kota Bukit Senja Kecamatan Singkawang Tengah Kota Singkawang. Jurnal Hutan Lestari. Vol. 7 (2) : 893-904.
Paransi, S. E., Sangkertadi, dan Wuisang, C. E. V. 2021. Analisis Pemanfaatan Hutan Kota di Kota Kotamobagu. Media Matrasain. Vol. 18 (2) : 1-14.