Penulis : Bilal Adijaya
Hutan rakyat merupakan skema pengelolaan lahan oleh rakyat yang mampu menyinergikan aspek produksi dan sekaligus aspek konservasi (Maryudi & Nawir, 2018). Private goods pada hutan rakyat berbasis pada status kepemilikan lahannya yang terkait langsung dengan aspek produksi, sedangkan public goods berkaitan dengan aspek lingkungan yang bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Hutan rakyat merupakan hutan yang dibebankan atas hak milik dengan luas minimal 0,25 ha tutupan vegetasi berkayu minimal 50% (Rusyana et al., 2020). Pengembangan hutan rakyat akhir-akhir ini semakin dibutuhkan sebagai pemasok kayu komersial atau sokoguru industri perkayuan nasional karena hutan alam yang semakin rusak.
Dengan semakin dibutuhkannya kayu dari hutan rakyat untuk komersialisasi, pengembangan hutan rakyat tentu membutuhkan fasilitasi. Mulai dari penentuan komposisi dengan pemilihan vegetasi berkayu dan tanaman musiman serta juga mempertimbangkan komoditas lokal, komposisi tanaman dalam lahan diharapkan dapat menjaga aspek lingkungan. Pemilihan komposisi jenis ini didasarkan pada masa panen yang berjenjang, panen pendek, panen menengah, dan panen panjang, sehingga ada keberlanjutan. Penyaluran bibit yang termuliakan kepada petani juga sangat dibutuhkan mengingat hutan rakyat secara umum identik dengan lahan yang kurang subur dan bertopografi sulit. Bimbingan teknis sangat perlu untuk dilakukan oleh pemerintah kepada para petani pemilik lahan untuk meningkatkan produktivitas hutan rakyat dan secara tidak langsung lebih optimal manfaatnya bagi lingkungan atau ekologis.
Secara ekologis, keberadaan hutan rakyat dapat mengatasi permasalahan krisis air, menurunkan tingkat erosi, dan memperbaiki mutu lingkungan apalagi pada lahan petani yang berada di kawasan hulu DAS. Bahkan di Wonogiri, hutan rakyat yang dikelola oleh masyarakat bahkan mampu menjadikan mata air-mata air baru bermunculan di sekitar hutan rakyat. Seperti halnya di kaki gunung Merapi, pengembangan hutan rakyat dapat meningkatkan sumber air tanah yang menjadi sumber mata air Aqua Danone (Suprapto, 2010). Keberadaan vegetasi berkayu di dalam hutan rakyat setidaknya memiliki 4 fungsi jika ditinjau dari perannya terhadap hidrologis; 1) mengurangi jumlah air hujan yang masuk ke permukaan tanah lewat proses intersepsi sebanyak 25-30%, 2) menunda sampainya air hujan ke permukaan tanah karena kanopi, 3) meningkatkan tahanan permukaan tanah melalui seresah yang mampu menyimpan air hujan sebanyak 10-15%, dan 4) meningkatkan proses infiltrasi melalui sistem perakaran vegetasi yang akan meningkatkan porositas (Maryudi & Nawir, 2018).
Hutan rakyat dinilai berperan penting sebagai salah satu skema penyangga lingkungan dalam hal menjaga fungsi hidrologis dan melindungi keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Pengembangan hutan rakyat ini merupakan sebuah bukti yang secara dominan dilakukan oleh masyarakat secara sadar dan swadaya yang mampu menunjukan kontribusi cukup besar dalam mempertahankan lingkungan, khususnya dalam kontekstualisasi penataan lanskap dan pengendali fungsi hidrologis.
Daftar Pustaka
Maryudi, A., & Nawir, A. A. (2018). Hutan rakyat di simpang jalan. UGM PRESS.
Rusyana, N., Murtilaksono, K., & Rusdiana, O. (2020). Analisis Potensi Hutan Rakyat dalam Mendukung Kabupaten Kuningan sebagai Kabupaten Konservasi. Journal of Regional and Rural Development Planning (Jurnal Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan), 4(1), 14-30.
Suprapto, E. (2010). Hutan Rakyat: Aspek produksi, ekologi dan kelembagaan. Lembaga ARuPA, Yogyakarta.
https://wanaswara.com/hutan-rakyat/