Penulis: Arnoviananda
Apa kabar sobat Konservasionis? Rasanya sudah lama tidak bertemu sejak BIF satu bulan yang lalu ya, hehe. Jadi di BIF edisi bulan November ini kita akan membahas tentang satwa lagi nih sobat Konservasionis, tapi bukan satwa yang berlokasi di hutan melainkan satwa-satwa yang berada di laboratorium-laboratorium uji coba!
Baru-baru ini beredar video tentang perlakuan semena-mena terhadap monyet-monyet yang dijadikan sebagai objek uji coba oleh seorang pekerja di Laboratory of Pharmacology and Toxicology (LPT), Hamburg, German. Dalam video tersebut nampak bahwa monyet-monyet kecil yang dijadikan sebagai bahan uji coba sedang menangis dan menjerit kesakitan seperti bayi yang baru lahir. Mereka digantung di sabuk logam yang diikatkan di lehernya untuk menjalani uji toksikologi. Tidak hanya monyet, di dalam video tersebut juga terdapat kucing dan anjing yang terlihat berdarah dan sekarat setelah menjalani uji coba. Uji coba yang dilakukan adalah dengan sengaja memasukkan racun ke tubuh satwa untuk mengetahui banyaknya bahan kimia yang tergolong “aman” bagi manusia. Perlakuan tersebut berdampak buruk bagi para satwa objek uji coba. Dampak yang ditimbulkan meliputi muntah, pendarahan internal, gangguan pernapasan, demam, penurunan berat badan, lesu, masalah kulit, kegagalan organ bahkan kematian [1].
Dari kasus tersebut dapat kita ketahui bahwa penggunaan hewan percobaan (hewan coba) pada penelitian kesehatan sudah banyak dilakukan. Penelitian tersebut bertujuan untuk menguji kelayakan atau keamanan suatu bahan obat dan juga untuk melakukan penelitian terkait suatu penyakit [2]. Lalu mengapa masih banyak oknum tidak bertanggungjawab? Adakah hukuman untuk mereka? Sebenarnya aturan tentang hak dan keselamatan hewan coba sudah jelas tertulis. R. Soesilo dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal menjelaskan hal-hal yang termasuk tindakan penganiayaan pada hewan, hal tersebut meliputi: tindakan sengaja menyakti, melukai atau merusak kesehatan hewan, tidak memberi makan dan minum dan tindakan di luar batas kelaziman. Tindakan penganiayaan atau kekerasan ada beberapa macam, salah satunya adalah menggunakan hewan sebagai uji coba kedokteran di luar batas kelaziman. Dan konsekuensi atas segala bentuk kekerasan terhadap hewan (melukai, merugikan kesehatan, hingga tidak memberi makan) akan diancam pidana paling lama tiga bulan dan denda Rp 4.500.000,00 (sesuai Pasal 302 KUHP) [3].
Untuk itu mari kita jaga dan sayangi hewan-hewan di luar sana, perlakukan mereka sebaik mungkin karena tidak hanya manusia yang bisa sakit, tetapi hewan juga!
Referensi:
[1] Tolistiawaty, I et al. 2014. Gambaran Kesehatan pada Mencit (Mus musculus) di Instalasi Hewan Coba. Jurnal Vektor Penyakit 8 (1):27-32.
[2] https://kumparan.com/kumparannews/sejauh-mana-hukum-melindungi-kesejahteraan-hewan-di-indonesia (Diakses pada 11 November 2019)
[3] https://kumparan.com/kumparannews/sejauh-mana-hukum-melindungi-kesejahteraan-hewan-di-indonesia (Diakses pada 11 November 2019)
3 thoughts on “Mirisnya Nasib Satwa sebagai Bahan Uji Coba”
Saya mau bertanya, untuk “tindakan diluar batas kelaziman” pada hewan uji coba itu seperti apa.?
Berdasarkan International Guiding Principles for Biomedical Research Involving Animal (2012), prinsip dasar etika penggunaan hewan coba dalam penelitian yaitu memperlakukan hewan coba secara humane. Adanya prinsip tersebut bertujuan untuk menghindarkan penggunaan hewan coba secara tidak pantas atau berlebihan dan mencegah perlakuan yang kejam sebelum, selama dan sesudah percobaan (melindungi 5 hak asasi hewan). Dalam tulisan ini, uji toksikologi yang dilakukan menghilangkan beberapa hak asasi hewan, antara lain bebas dari rasa sakit, cidera dan penyakit; bebas dari ketidaknyamanan, penganiayaan; dan bebas dari rasa takut dan tertekan. Dimungkinkan yang dimaksud dengan tindakan di luar batas kelaziman adalah ketika percobaan yang dilakukan menghilangkan kesejahteraan hewan coba. Semoga membantu 🙂
Jahat banget 😭😭😭