Penulis : Arnoviananda
Apa kabar konservasionis? Kembali lagi nih, di Bank Info Forestation yang masih berhubungan dengan artikel sebelumnya tentang perubahan iklim. Pada artikel kali ini kita akan bahas hubungan antara iklim dan ekosistem karbon biru (blue carbon ecosystem). Belakangan ini emisi karbon di dunia semakin meningkat, dalam lingkup global emisi karbon meningkat karena terbakarnya hutan Amazon yang berperan penting sebagai paru-paru dunia. Sedangkan dalam lingkup nasional peningkatan emisi karbon mendapat sumbangan paling banyak dari bidang transportasi, apalagi yang terjadi di kota metropolitan terhitung 182,5 ton emisi CO2 per tahun 2017. Hal ini tentu saja akan memperparah tingkat emisi rumah kaca. Padahal Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk penurunan emisi karbon sebesar 26% pada tahun 2020 dari target dunia sebesar 80%.
Komitmen tersebut sebenarnya dapat diupayakan melihat Indonesia memiliki biodiversitas yang melimpah. Salah satunya dari ekosistem perairan yang juga sering disebut sebagai ekosistem karbon biru. Ekosistem karbon biru (rawa-rawa, mangrove dan padang lamun) dapat menyerap karbon sebesar 3x lipat lebih banyak dari ekosistem daratan. Di Indonesia khususnya terdapat ekosistem mangrove seluas 3,1 juta hektare dan padang lamun seluas 30 juta hektare. Dapat dibayangkan betapa besarnya peluang Indonesia untuk berkontribusi dalam penurunan GRK?
Lalu mengapa ekosistem karbon biru dapat menjadi sebuah carbon sink yang efisien? Peran ekosistem tersebut dalam penyerapan karbon dikontrol oleh dua proses, yaitu pompa solubilitas dan pompa biologi. Ekosistem mangrove setiap hektarenya dapat menyerap 110 kilogram karbon dan sepertiganya dilepaskan berupa endapan organik di lumpur.
Sedangkan ekosistem lamun adalah ekosistem yang berkontribusi melalui proses fotosintesis yang selanjutnya disimpan dalam bentuk biomassa pada daun dan akar. Karbon yang diserap melalui proses fotosisntesis berasal dari atmosfer yang terlarut di laut dan disimpan dalam bentuk DIC (Dissolved Inorganic Carbon). Padang lamun dapat menyimpan 83.000 metrik ton karbon per kilometer persegi dan mengendapkannya sebagai sedimen dalam waktu yang cukup lama.
Maka dari itu, mari kita jaga daerah pesisir dan laut kita agar terhindar dari eksploitasi berlebih!
Referesi:
Taillardat, Pierre., Friess, D. A., & Lupascu, M. 2018. Mangrove Blue Carbon Strategies for Climate Change Mitigation are Most Effective at the National Scale. Biol. Lett.
https://www.mongabay.co.id/2014/05/18/potensi-peluang-blue-carbon-dari-ekosistem-pesisir-dan-laut/ (Diakses: 4 September 2019, pukul 17.05 WIB)
https://www.gatra.com/detail/news/437837/technology/pelestarian-terumbu-karang-mampu-kurangi-emisi-karbon (Diakses: 4 September 2019, pukul 17.08 WIB)
Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Draft Perpres 2010)
Ganefiani, Ajeng., Suryanti & Latifah, N. 2019. Potensi Padang Lamun sebagai Penyerap Karbon di Perairan Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa. Saintek Perikanan 14 (2): 115-122.