Mengenal Kura-Kura Leher Ular Rote, Satwa Endemik Dari Ujung Selatan Kepulauan Indonesia

Penulis : Antonius Dharma

Foto : Maslim As-singkily diambil dari Mongabay.co.id

Pulau Rote atau  sering dikenal juga dengan nama Kepulauan Roti, merupakan salah satu pulau penyusun kabupaten Rote Ndao, kepulauan paling selatan wilayah Nusantara. Kabupaten Rote Ndao merupakan wilayah kepulauan yang terdiri dari 107 dengan luas wilayah sebesar 1.280,10 km² (Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian Kab. Rote Ndao, 2019). Dalam aspek keanekaragaman hayati flora dan fauna, kawasan hutan pada Kabupaten Rote Ndao terbagi menjadi beberapa fungsi kawasan dari hutan produksi, hutan lindung, hutan produksi terbatas, hutan konversi, hingga suaka margasatwa (Fanggidae, 2016), yang menyebabkan ditemukannya beberapa Key Biodiversity Areas (KBA) yang menjadi kawasan penting bagi pelestarian habitat satwa seperti burung, reptil hingga mamalia laut, salah satunya yaitu Chelodina mccordi atau yang dikenal sebagai kura-kura leher ular Rote (Ika, 2021).

 

Chelodina mccordi merupakan satwa endemik Indonesia dengan persebaran hanya ditemukan di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur. Keberadaannya pertama kali dipublikasikan oleh Anders G. J. Rhodin pada tahun 1994 (Endarwin dkk, 2005). Sebagai satwa endemik, kura-kura leher ular ini termasuk dalam Red List IUCN dengan status konservasi critically endangered (CR) mulai tahun 2000. Sementara pada sekitar tahun 2004, kura-kura leher ular diusulkan untuk dimasukkan dalam daftar Appendix II CITES. Hal ini mengingat nilai ekonomi dari kura-kura leher ular yang cukup tinggi dikarenakan ciri fisiknya yang unik seperti lehernya yang panjang menyerupai ular, menjadikan satwa ini menjadi banyak target perburuan dan perdagangan internasional (Endarwin dkk, 2005). Sementara dilansir dalam laman resmi BBKSDA Nusa Tenggara Timur peran yang dimiliki kura-kura leher ular termasuk penting dalam ekosistem, yaitu sebagai penjaga kesehatan perairan dengan memakan hewan perairan yang sudah mati. Selain itu, bekas sarang bertelur dari satwa ini juga berperan dalam menyuburkan dan menambah kandungan nutrisi tanah.

 

Maraknya degradasi habitat dan adanya gangguan manusia dianggap sebagai salah satu kunci penyebab semakin sulitnya kura-kura leher ular ini dijumpai pada habitat alaminya, yaitu di Pulau Rote. Penurunan populasi yang drastis menjadi bukti kepunahan satwa ini. Berdasarkan kriteria CR dari IUCN, penurunan satwa dengan status konservasi tersebut menunjukkan sedikitnya terdapat 80% pada generasi terakhir dan penyebarannya terbatas (Endarwin dkk, 2005). Penurunan populasi yang ditemukan pada spesies ini menjadikan kura-kura leher ular Rote sebagai salah satu dari 25 kura-kura paling langka di dunia (Turtle Conservation Coalition, 2018).

 

Dengan semakin kritisnya populasi kura-kura leher ular Rote, maka upaya konservasi telah dilakukan untuk mencegah terjadinya kepunahan pada spesies ini. Salah satunya adalah melalui penetapan Pulau Rote sebagai Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) lahan basah, yang ditetapkan pada tiga danau (Danau Peto, Danau Ledulu, dan Danau Lendo Oen) di Pulau Rote yang ditetapkan oleh Pemprov NTT berdasarkan SK. Gubernur NTT No.2014/KEP/HK/2019 sebagai langkah perlindungan habitat terakhir dari kura-kura leher ular Rote. Berbagai kolaborasi intensif juga telah dilakukan dari berbagai pihak baik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah kabupaten Rote Ndao, perguruan tinggi, masyarakat setempat, Wildlife Conservation Society (WCS), hingga instansi terkait lainnya. Upaya-upaya lain seperti pembiakan dan reintroduksi habitat kura-kura leher ular Rote juga telah diupayakan sebagai upaya pengembalian populasi satwa dari kepunahan lokal dengan mengenalkan kembali habitat alami bagi spesies ini (Rosary, 2019). Pada tahun 2021, telah dilakukan juga repatriasi untuk 13 individu kura-kura leher ular Rote dari Singapura ke BBKSDA NTT yang kemudian direhabilitasi dan dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya, menunjukkan bahwa upaya konservasi yang dilakukan telah menjadi perhatian bagi masyarakat internasional (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2018). Maka diharapkan dengan semakin banyaknya studi dan upaya konservasi yang dilakukan pada kura-kura leher ular Rote dapat mencegah punahnya salah satu satwa endemik Indonesia ini melalui kolaborasi banyak pihak secara regional, nasional, hingga internasional untuk mencapai tujuan pelestarian yang sama.

 

Sumber :

 

Balai Besar KSDA Nusa Tenggara Timur. 2019. Repatriasi Kura-kura Leher Ular Rote. http://bbksdantt.menlhk.go.id/14-latest-news/182-repatriasi-kura-kura-leher-ular-rote#:~:text=Keberadaan%20kura%2Dkura%20leher%20ular,mengontrol%20populasi%20serangga%20agar%20vegetasi. Diakses pada tanggal 10 April 2022.

Dinas Komunikasi, informatika, Statistik dan Persandian Kab. Rote Ndao. https://rotendaokab.go.id/profil-daerah. Diakses pada tanggal 10 April 2022.

Endarwin, W., Ul-hasanah, A., Vazquez, R. I., & Dikari, K. M. 2005. Studi Pendahuluan Keberadaan Kura-Kura Rote (Chelodina mccrdi, Rhodin 1994) Di Pulau Rote, Nusa tenggara Timur. Media Konservasi, 10 (2), 51-57.

Fanggidae, A. H. 2016. Pengembangan Koridor Ekowisata Berbasis Potensi Strategis Daerah di Kabupaten Rote Ndao. Journal of Management: Small and Medium Enterprises (SMEs), 3(2), 237-261.

Ika. 2021. Mengungkap Potensi Biodiversitas Danau Laut Mati Pulau Rote. UGM. https://ugm.ac.id/id/berita/21923-mengungkap-potensi-biodiversitas-danau-laut-mati-pulau-rote. Diakses pada tanggal 10 April 2022.

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2021. Repatriasi Kura-Kura Rote (Chelodina Mccordi) dari Singapura ke BBKSDA NTT, Indonesia. https://kemlu.go.id/singapore/id/news/16244/repatriasi-kura-kura-rote-chelodina-mccordi-dari-singapura-ke-bbksda-ntt-indonesia. Diakses pada tanggal 10 April 2022.

Rosary, Ebed de. 2019. Pulau Rote Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Kura-Kura Leher Ular. Apa Langkah Selanjutnya?. Kupang, Mongabay: Situs Berita Lingkungan. https://www.mongabay.co.id/2019/07/23/pulau-rote-ditetapkan-sebagai-kawasan-konservasi-kura-kura-leher-ular-rote-apa-langkah-selanjutnya/. Diakses pada tanggal 10 April 2022.

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.