Flores Timur merupakan salah satu wilayah di Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah perairannya 70% lebih luas dari wilayah daratan. Luas wilayah perairan yang tinggi ini didukung dengan potensi sumber daya laut yang sangat menjanjikan, salah satunya adalah dari aspek terumbu karangnya. Menurut Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Bappenas, Arifin Rudiyanto (2020) mengatakan bahwa total terumbu karang yang ada di Indonesia sebanyak 30% persen dalam kondisi baik, 37% dalam kondisi cukup baik, dan sisanya dalam kondisi rusak. Salah satu upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian terumbu karang di Flores Timur adalah dengan membentuk Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur melalui Surat Keputusan Bupati No.4 Tahun 2014 seluas 150.000 hektar.
Potensi sumber daya laut yang tinggi ini selain dapat menjadi daya tarik wisata, juga dapat menjadi ancaman sendiri bagi keberadaannya jika tidak dikelola dengan baik. Salah satu ancaman yang paling dekat datang dari masyarakat. Beberapa aktivitas masyarakat yang marak dilakukan adalah pengeboman ikan oleh nelayan yang menyebabkan terumbu karang menjadi rusak. Selain pengeboman tersebut, masyarakat juga menggunakan racun (tuba) yang menyebabkan terumbu karang mati. Dampak adanya pengeboman ikan ini sangat berpengaruh terhadap hasil tangkapan nelayan yang dari hari ke hari semakin menurun. Salah satu wilayah yang merasakan dampak penurunan hasil tangkapan ikan dan semakin banyaknya terumbu karang yang hancur adalah Desa Lewotobi. Namun, pemerintah desa setempat tidak terus tinggal diam dan berusaha mengambil langkah rehabilitasi terumbu karang dengan menerapkan Peraturan Desa No.9 tahun 2017 tentang Perlindungan Pesisir dan Laut. Berlakunya peraturan ini sangat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat. Sebelumnya, masyarakat sempat ikut mengambil ikan hasil pengeboman yang dilakukan oleh masyarakat dari luar desa. Namun, secara berangsur masyarakat meninggalkan kebiasaan tersebut dan semakin mendukung upaya konservasi ekosistem pantai dan laut.
Selain menetapkan peraturan terkait konservasi laut tersebut, pemerintah setempat juga melakukan upaya restorasi karang dengan menggunakan metode jaring laba-laba (web spider). Metode ini dipilih karena mempertimbangkan arus yang ada di Desa Lewotobi. Dengan metode ini menyebabkan terbentuknya sirkulasi arus dan tempat persembunyian bagi ikan-ikan kecil. Rangka dari besi dapat menjaga karang tetap terikat serta menstabilkan substrat secara efektif. Selain itu pasir yang ditaburi di atas rangka besi tersebut dapat menjadi stimulan bagi karang yang ditanam agar memiliki daya tempel yang lebih cepat. Salah satu Staff Yayasan Misool Baseftin Flores Timur, Ayub (2021) mengatakan bahwa restorasi karang yang dilakukan telah berhasil membuat pertumbuhan karang mencapai batas maksimal, sekitar 30 cm sampai 40 cm dengan daya hidup sudah normal. Ayub mengestimasi bahwa persen meja yang tertutup sudah mencapai 80%. Berhasilnya upaya ini juga ditandai dengan mulai berdatangannya biota laut yang bernilai ekonomis ke terumbu karang yang direstorasi. Kegiatan restorasi yang pertama ini cukup membuahkan hasil dan membuat Yayasan Misool Baseftin Flores Timur mengajak pemerintah desa untuk kembali melakukan restorasi karang. Mereka melakukan transplantasi dalam satu area restorasi dan berdekatan agar membentuk koloni. Tujuannya agar terumbu karang yang lama dapat menyuplai sumber bibit karang dan menjadi tabungan ikan-ikan.
Setelah upaya restorasi yang dilakukan, untuk mendukung semakin berhasilnya upaya konservasi karang, diperlukan perawatan dan monitoring secara berkala. Terumbu karang harus sering dibersihkan dan alganya disikat menggunakan sikat yang halus agar pertumbuhannya lebih cepat. Restorasi terumbu karang yang telah berhasil ini selain memberikan dampak ekologis juga harapannya dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Salah satunya adalah dengan mengembangkan aspek ekowisata melalui paket wisata edukasi restorasi karang. Selain itu, pemerintah desa juga akan menyiapkan home stay dan membuat paket wisata dengan menyiapkan tiga pemandu selam dari kelompok konservasi di desa yang memiliki sertifikat selam. Melalui kegiatan ini diharapkan masyarakat akan terus merasakan manfaatnya dan selalu menjaga ekosistem terumbu karang tersebut.