KISAH KONSERVASI : MENILIK MERBABU DARI SELO

Menepi sejenak dari hiruk pikuk dunia perkuliahan yang sangat menguras energi, mari kita melihat sejenak alam kita yang memanggil dengan segala keindahan dan kekayaan yang ditawarkan. Yap, salah satu jantung keindahan pulau Jawa adalah kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) dimana taman nasional ini merupakan taman nasional yang mencakup kawasan hutan di Gunung Merbabu. Secara administratif, TNGMb ke dalam wilayah 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Taman Nasional Gunung Merbabu terletak antara 110º26’22” bujur timur dan 7º27’13” lintang selatan. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Merbabu Seluas 5.725 hektare. TNGMb terdiri dari 6 zona yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, Zona Tradisional, Zona Rehabilitasi, dan Zona Religi & Budaya. Di balik kerennya Taman Nasional Gunung Merbabu, terdapat aksesibilitas yang cukup tinggi. Didukung juga oleh keberadaan daerah enclave didalam kawasan TNGMb yang cukup luas yaitu di Desa Batur, Desa Kopeng, dan Desa Tajuk di Kecamatan Getasan seluas ±283,51 hektare. Sedangkan di Kabupaten Magelang terdapat daerah enclave dengan luasan yang tidak terlalu besar meliputi Desa Kenalan, Desa Kaponan, Desa Ketundan dan Desa Pogalan Kecamatan Pakis dengan luas ±24,01 hektare serta Desa Genikan di Kecamatan Ngablak seluas ± 0.63 hektare. Area enclave di sini meliputi pemukiman dan lahan milik masyarakat yang dijadikan lahan pertanian.

Kawasan TNGMb memiliki topografi yang tidak kompak, menjari dan terfragmentasi oleh jalan provinsi yang membelah kawasan. Kondisi ini dapat ditemukan di sisi barat kawasan (Kabupaten Magelang). Tidak perlu khawatir jika berkunjung ke sini karena akses masuk kawasannya sangat mudah untuk dilalui. Akses menuju batas kawasan TNGMb kebanyakan berupa jalan aspal, jalan makadam, dan jalan beton. Sedangkan untuk masuk lebih dalam ke kawasan hutannya terdapat akses berupa jalan setapak dengan melalui jalur pendakian dan terdapat akses masyarakat untuk menuju ke zona tradisional. Taman Nasional Gunung Merbabu terdiri dari beberapa resort salah satunya adalah Resort Selo. Resort Selo terletak di Dusun Genting, Desa Tarubatang, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali. Kondisi Jalan Solo – Boyolali – Selo cukup bagus, semntara jalan arah Selo – Basecamp Genting sudah berbentuk cor beton dengan jalan yang menanjak dan bila hujan agak rawan untuk dilalui. Pendakian Gunung Merbabu jalur Selo dimulai dari Desa Selo, yang merupakan titik awal menuju puncak Gunung Merbabu. Dari basecamp Selo, pendaki akan melewati beberapa pos dan perjalanan menuju puncak membutuhkan waktu sekitar 7-8 jam.

Salah satu jendela untuk menilik merbabu adalah melalui Jalur Selo. Jalur selo merupakan salah satu jalur yang paling banyak diminati oleh pendaki. khususnya bagi pemula karena jalurnya terbilang cukup aman. Sepanjang perjalanan dari pintu masuk pendakian Selo akan dijumpai berbagai macam flora maupun fauna/satwa. Jenis tumbuhan yang bisa ditemui sepanjang pendakian adalah jenis bintami, cemara gunung, puspa, pinus, pakis, Acacia decurrens, kesowo, pampung, cantigi, edelweiss, dan masih banyak lagi. Bunga edelweiss memiliki penampilan yang khas dan mudah dikenali. Kelopak bunganya berbentuk seperti bintang atau cakram dengan tepi berwarna putih dan lebar. Bunga ini terlihat tebal dan berbulu halus, memberikannya tampilan yang lembut dan indah. Satwa yang bisa dijumpai di jalur pendakian Selo di antaranya adalah rek-rekan (sebagai satwa prioritas dan dilindungi di Taman Nasional Gunung Merbabu), lutung budeng/lutung hitam, monyet ekor panjang, ayam hutan, elang, serta beberapa jenis burung lainnya. Saat mulai memasuki jalur pendakian, pendaki akan disambut dengan gapura bertuliskan Jalur Pendakian Selo Taman Nasional Gunung Merbabu. Sebelum memulai pendakian, di kantor resort pendaki harus melakukan registrasi ulang dengan menunjukkan kartu identitas, KTP, atau SIM. Sebelumnya para pendaki harus melakukan registrasi secara daring melalui laman resmi Taman Nasional Gunung Merbabu dan setiap kelompok atau tim wajib terdiri dari minimal 3 orang. 

Saat mendaki Gunung Merbabu, kita akan disuguhkan oleh pemandangan luas yang memukau. Sepanjang jalur pendakian Selo, kita dapat melihat panorama yang spektakuler, termasuk gunung-gunung di sekitarnya, lembah-lembah yang hijau, dan awan yang melayang di langit biru. Jalur pendakian Selo melewati hutan tropis yang hijau dan lebat. Pohon-pohon tinggi dan rimbun menciptakan koridor alami yang menakjubkan. Suara burung-burung hutan dan aroma segar dedaunan menambahkan keunikan dan keindahan perjalanan. Seperti pada jalur pendakian umumnya, masalah yang dijumpai di jalur pendakian Selo adalah masalah sampah yang ditemukan di kawasan tersebut. Kesadaran para pengunjung di jalur pendakian Selo untuk tidak meninggalkan sampah di gunung masih rendah sehingga banyak sampah yang ditinggalkan di kawasan. Sepanjang jalur pendakian Selo juga tidak akan dijumpai sumber mata air, sehingga para pengunjung harus memperhitungkan benar kebutuhan air yang harus disiapkan selama kegiatan dilaksanakan. Walaupun sudah dilakukan pengecekan sampah sebelum naik, informasi dari beberapa pendaki masih menemukan sampah bahkan hingga di lokasi camp.

Fasilitas dan pelayanan yang ada di jalur pendakian Selo diantaranya adalah Pos pemungutan retribusi PNBP dan basecamp yang dikelola oleh masyarakat yang bermitra dengan taman nasional TNGMb. Tidak perlu khawatir kalau hendak bermalam terlebih dahulu untuk memulihkan tenaga karena ada basecamp yang termasuk nyaman dan gratis. Kita hanya perlu memesan minum atau makan untuk sekadar menghormati pemilik basecamp yang sudah kita singgahi. Di basecamp-nya tersedia berbagai jenis makanan seperti soto, mie goreng/mie rebus, nasi rames dan aneka minuman seperti kopi, teh, susu, dan lain-lain. Basecamp ini juga digunakan sebagai tempat penjualan berbagai macam souvenir meliputi gantungan kunci, kaos, stiker, slayer, dan lain-lain. Ada juga alat-alat pendakian dan alat outdoor yang disewakan. Untuk menuju ke Selo bisa ditempuh dari Magelang atau dari Boyolali dengan menaiki motor bersama-sama sembari menikmati jalan menuju Merbabu.

Kawasan hutan di TNGMb tidak lepas dari masyarakat yang tinggal disekitar resort Selo. Masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Merbabu umumnya terdiri dari beragam kelompok etnis dan kebudayaan yang telah lama tinggal di sekitar taman nasional tersebut. Masyarakat memiliki hubungan yang erat dengan hutan dan lingkungan sekitarnya dan bergantung pada sumber daya alam yang disediakan oleh hutan untuk kehidupan sehari-hari mereka. Mmasyarakat di resort selo disokong oleh 2 tuk atau sumber air yaitu tuk babon dan tuk pakis yang cukup memenuhi kebutuhan air masyarakat sekitar. Airnya dialirkan melalui pipa yang melintasi rumah-rumah masyarakat. Jika sudah sampai di Resort Selo, tuk babon dan tuk pakis bisa menjadi salah satu lokasi yang harus dikunjungi untuk merasakan airnya yang segar dan jernih.

Masyarakat juga terlibat dalam kegiatan pertanian dan peternakan yang mencerminkan warisan budaya dan pengetahuan lokal. Dalam realitasnya, TNGMb melibatkan masyarakat sekitar Resort Selo dalam upaya konservasi alam, seperti program penghijauan, pengelolaan sumber daya alam, atau kegiatan edukasi lingkungan biasanya disebut dengan masyarakat mitra yaitu MMP atau Masyarakat Mitra Polhut dan MPA atau Masyarakat Peduli Api. Keterlibatan masyarakat setempat dalam upaya konservasi sangat penting dalam memastikan keberlanjutan dan keberhasilan pengelolaan taman nasional. Selain itu, peran penting dalam menjaga keberlangsungan budaya dan tradisi lokal yang terkait dengan Taman Nasional Gunung Merbabu. Dukungan dan keterlibatan masyakarat dalam pelestarian warisan budaya dapat membantu mempertahankan identitas lokal dan mempromosikan keberagaman budaya di wilayah TNGMb. Penting untuk menjalin hubungan yang harmonis antara masyarakat setempat dan otoritas taman nasional guna memastikan keberlanjutan konservasi alam, serta meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi masyarakat sekitar. Komunikasi terbuka dan keterlibatan aktif masyarakat setempat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan taman nasional dapat membantu memastikan keberhasilan upaya konservasi dan pembangunan berkelanjutan.

Mendaki Gunung Merbabu tidak hanya tentang mencapai puncak, tetapi juga tentang menikmati keindahan alam, keanekaragaman hayati, dan petualangan yang mempesona. Setiap langkah mendaki membawa pengalaman yang tak terlupakan dan menyelam dalam keelokan alam pegunungan. Mendaki Gunung Merbabu membawa rasa kehormatan pada kebesaran alam. Dalam keheningan di sepanjang jalur Selo, kita dapat merasakan betapa kecilnya manusia di tengah keagungan alam semesta.

 

 

Sumber informasi :

  • Focus grup discussion dengan pengelola taman nasional gunung merbabu resort selo
  • Gunawati, D. 2021. Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu Dalam Dialektika Norma Dan Realita. PKn Progresif, Vol. 12 No. 2
  • Kementrian Kehutanan Republik Indonesia. 2014. Rencana Strategis Pengelolaan Taman Nasional Gunung Merbabu, Balai Taman Nasional Gunung Merbabu, Boyolali.
  • Potensi Kawasan taman nasional gunung erbabu .https://tngunungmerbabu.org/potensi-kawasan/.diakses pada 7 november 2023 pukul 17.00 WIB.
  • Peraturan Menteri Kehutanan P.51/Menhut-II/2010 tentang Rencana Strategis Kementrian Kehutanan Tahun 2010-2014.
  • Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian alam.
  • Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.135/Menhut-II/2004 Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistem.
Jejak Konservasi Kalitengah

Jejak Konservasi Kalitengah

Oleh: Giot Simanullang

Kali ini kami melangkah menyusuri Desa Kalitengah, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Wilayah selatan dari kecamatan ini berbatasan langsung dengan kawasan Dataran Tinggi Dieng. Perjalanan dimulai pada Rabu, 22 Agustus 2018, pukul 13.00 WIB kami berangkat menuju Desa Kalitengah. Setelah menempuh 5 jam perjalanan kami disambut dengan udara dingin dan senyuman hangat anak-anak di desa. Beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah kepala desa dan rumah salah satu warga disana. Malamnya kami melakukan briefing untuk pengamatan esok harinya sesuai dengan KP3 masing-masing. Pukul 07.00 kami pun berangkat ke salah satu curug yang letaknya tidak jauh dari Desa Kalitengah, yaitu Curug Sibiting. Di sana kami melihat 6 ekor lutung dalam satu kelompok serta mendengar suara burung Rangkong (Julang). Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju Dukuh Kaliurang, melewati rumah warga, kebun, sungai, jembatan, hutan tanaman damar dan pinus, tebing, hingga terus ke dalam hutan. Susur sungai pun tak lupa kami lakukan. Pada perjalanan kali ini kami tak menemukan primata, tapi kami bertemu dengan 3 ekor Elang Jawa yang sedang terbang rendah. Kami pun pulang karena rintik hujan sudah datang menghampiri. read more

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.