Arsip:

Uncategorized

KP3 Burung Melebarkan Sayap sampai Tanah Sumba

Pada tanggal 5-9 Agustus 2018 KP3 Burung mengikuti lomba fotografi dan birdwatching yang diadakan oleh Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti atau yang biasa disingkat dengan TN MATALAWA. TN MATALAWA ini terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. TN MATALAWA telah mengadakan lomba serupa pada tahun lalu yang berlokasi di Billa, Sumba Timur, akan tetapi pada tahun 2018 ini lomba fotografi dan birdwatching ini berlokasi di Manurara, Sumba Tengah. Tim dari KP3 Burung yang mengikuti perlombaan ini terdiri dari 3 orang mahasiswa Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yaitu Krisna Adi selaku koordinator KP3 Burung periode 2018/2019, bersama dengan 2 anggota KP3 Burung yaitu Rohmana Luthfi dan Cosmas Magistra Kurnia Putra.

Tim KP3 Burung berangkat dari Yogayakarta menuju Sumba pada tanggal 3 Agustus 2018 dengan menggunakan pesawat udara pada pukul 06.10 dengan transit di Pulau Bali selama kurang lebih 6 jam, lalu dilanjutkan lagi menuju Sumba sampai dengan sekitar pukul 15.00. Sesampainya disana, tim KP3 Burung menunggu selama kurang lebih 1 jam untuk dijemput oleh panitia lomba dengan menggunakan mobil untuk dibawa ke tempat penginapan sementara yaitu di kantor seksi TN MATALAWA karena penginapan yang disediakan untuk perlombaan baru dapat dipakai pada tanggal 5. Selama di kantor seksi TN MATALAWA tim KP3 Burung melakukan aktifitas seperti melakukan pengamatan di daerah sekitar dan melihat keudayaan masyarakat sekitar seperti perlombaan kuda balap. Tim KP3 Burung juga mendapatkan ilmu-ilmu baru dari para peserta lain, petugas TN MATALAWA, dan mahasiswa yang sedang melakukan magang di kantor seksi tersebut.

IMG_3050

Setelah selama kurang lebih 2 hari di kantor seksi TN MATALAWA, pada tanggal 5 pagi pukul 10.00, Tim KP3 Burung bersama dengan peserta lomba lainnya diantar oleh panitia menuju ke penginapan yang berlokasi di Sumba Tengah. Setelah itu Tim KP3 burung beristirahat dan pada malam harinya dilakukan briefing di aula penginapan mengenai teknis-teknis perlombaan dan mengenai jalur-jalur di lokasi perlombaan dilakukan. Pada tanggal 5 pagi, semua peserta menuju lokasi basecamp perlombaan di Manurara menggunakan truk dengan perjalanan kurang lebih selama kurang lebih 1 jam. Sesampainya di lokasi, semua peserta menuju tenda yang sebelumnya telah dibagikan panita, menyiapkan buku untuk mengisi burung yang ditemukan dan sketsanya, lalu persiapan untuk pelepasan dan mulai mencari-cari foto dan burung yang ada disekitar lokasi. Tim KP3 Burung memulai pengamatan dan pencarian foto pada pukul 11.00. Tim KP3 Burung memulai pengamatan di Pos pengamatan Ubukora lalu setelah itu menuju ke Pos pengamatan Laihunga yang berada di utara basecamp.

Selama perjalanan menuju kedua pos pengamatan dan selama di pos pengamatan tim KP3 Burung mendapatkan total 13 spesies burung, spesies burung tersebut antara lain yaitu Cikukua Tanduk, Perkici Oranye, Nuri Bayan, Perkutut Loreng, Srigunting Wallacea, Bondol Pancawarna, Kirik-kirik Laut, Ayam Hutan Hijau dan sebagainya. Setelah itu dilanjutkan dengan istirahat di tenda masing-masing. Pada malam harinya, beberapa peserta melakukan pencarian burung hantu di sekitar lokasi dan diadapatkan burung hantu jenis Pungguk Wengi. Pada hari ke-2 tanggal Tim KP3 Burung melakukan pengamatan di sekitar jalur menuju air terjun Matayangu, perjalanan dari basecamp menuju air terjun Matayangu memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Sesampainya di air terjun Matayangu, Tim KP3 Burung beristirahat dan mencari foto landscape. Pada pengamatan hari ke-2 didapatkan total jumlah spesies burung sebanyak 10 spesies burung, spesies tersebut antara lain raja udang api, layang-layang batu, Julang Sumba, Kakaktua Jambul Jingga, Kipasan Arafura, Sikatan Bubik, dan sebagainya, setelah itu dilanjutkan dengan sharing dengan sesama peserta lomba. Pada hari terakhir di Manurara Tim KP3 Burung dapat menambah 3 spesies burung, spesies tersebut adalah Kepudang-sungu Besar, Kedasi Emas, dan Cabai Sumba. Lalu pada pukul 11.00 semua peserta lomba menuju Air Terju Lapopu menggunakan truk untuk rekreasi sejenak sampai dengan pukul 14.00 untuk kembali ke penginapan dan setelah itu dilanjutkan dengan istirahat dan acara hanya tinggal pengumuman pemenang lomba, pengumuman pemenang lomba dilakukan pada pukul 22.00 di aula penginapan. Pemenang yang diumukan pertama adalah untuk fotografi alam dan fotografi manusia, untuk kedua kategori tersebut tim KP3 burung belum bisa mendapatkan juara. Pada kategori terakhir yaitu birdrace tim KP 3 Burung mendapatkan juara ke-2 dan mendapatkan hadiah berupa piagam juara dan uang tunai. Setelah pengumuman pemenang acara dilanjutkan dengan penutupan oleh Kepala Balai TN MATALAWA lalu dilanjutkan dengan istirahat dan packing untuk persiapan pulang.

Pada tanggal 9 Agustus 2018, Tim KP3 Burung harus pulang menuju jogja menggunakan pesawat yang terbang pukul 08.30, oleh karena itu pada pukul 06.00 Tim KP3 Burung sudah harus pergi dari penginapan untuk menuju bandara Tambolaka dengan diantar oleh mobil panita bersama dengan peserta lomba lainnya yang pulang hari itu. Setelah itu pesawat Tim KP3 burung mendarat di Pulau Bali pada pukul 09.00. setelah sampai di Pulau Bali, perjalanan pulang tim KP3 burung dilanjutkan dengan transportasi darat menggunakan bis dan kapal penyeberangan dari pelabuhan Gilimanuk menuju pelabuhan Ketapang Banyuwangi. Setelah itu perjalanan dilanjutkan dengan kereta dari Staisun Banyuwangi Baru menuju Yogyakarta dari pukul 06.30 dan sampai di Stasiun Lempuyangan Yogyakarta pada pukul 19.30.

Pengamatan di Bukit Turgo

IMG_1458

Kali ini KP3 Burung melakukan pengamatan di Bukit Turgo. Bukit Turgo sendiri terletak di lereng Gunung Merapi. Pengamatan dilakukan pada hari Minggu, yang diikuti oleh 4 orang anggota dari KP3 Burung. Sebelum dilakukan pengamatan para anggota berkumpul di gerbang utara untuk menunggu anggota yang lain, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju Bukit Turgo. Perjalanan dilakukan sekitar pukul 06.30 WIB, sampai di Bukit Turgo sekitar pukul 07.30 WIB. Sesampainya di sana sudah disambut dengan kicauan burung yang cukup nyaring, setelah kami memarkirkan kendaraan masing-masing dan membayar uang masuk serta parkir sebanyak Rp 2.000,00. Kemudian perjalanan menuju lokasi dilakukan dengan berjalan kaki, jalan menuju lokasi pengamatan tidaklah jauh. Selama di perjalanan burung yang terlihat tidak banyak hanya beberapa spesies seperti Empuloh janggut (Alophoixus bres), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides), Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), Bentet kelabu (Lanius schach). Setelah setengah perjalanan menuju puncak bukit, sekitar pukul 09.00 WIB kami memutuskun untuk turun kembali, dikarenakan burung sudah jarang ditemui. Kemudian kami memilih untuk mengamati di bukit seberang.

Pengamatan pada lokasi Bukit Turgo ini pemandangannya cukup indah. Pada saat pengamatan inilah kami menjumpai Elang jawa (Nisaetus bartelsi). Elang jawa tersebut terlihat di bukit seberang di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi. Elang jawa tersebut terlihat berjumlah 3 ekor, terbang cukup lama di sekitaran bukit tersebut. Setelah selesai dari lokasi tersebut sekitar pukul 10.00 WIB, kami pun bergegas untuk kembali ke tempat parkir dan melanjutkan perjalanan pulang.

Mengenal Bekantan Lebih Dekat

Gambar Bekantan

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan biodiversitas flora dan fauna yang unik dan menarik untuk dipelajari. Salah satu contohnya adalah Bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) adalah salah satu jenis satwa primata yang ada di Indonesia. Bekantan dicirikan oleh bentuk hidungnya yang unik, sehingga mudah dikenal diantara jenis primata lainnya. Selain hidung yang panjang dan besar, spesies ini juga memiliki perut yang buncit. Perut buncit ini akibat dari kebiasaan Bekantan mengkonsumsi makanan yang tidak imbang. Selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian, Bekantan juga memakan dedaunan. Secara umum, habitat bekantan berada di lahan basah seperti daerah hutan mangrove, hutan riparian dan hutan rawa, baik rawa air tawar maupun rawa gambut. Bekantan tersebar luas di hutan-hutan sekitar muara atau pinggiran sungai di Kalimantan. Masyarakat di Pulau Kalimantan memberi beberapa nama pada spesies Bekantan yang termasuk kera berhidung panjang ini, seperti Pika, Kera Belanda, Raseng, Bahara Bentangan dan Kahau.

Bekantan merupakan satwa arboreal atau satwa yang hidup di pohon, namun terkadang turun ke lantai hutan untuk alasan tertentu. Pergerakan dari dahan ke dahan dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan melompat, bergantung, atau bergerak dengan keempat anggota tubuhnya. Selain itu, Bekantan juga perenang ulung karena di bagian telapak kaki dan tangannya memiliki selaput kulit (web) seperti pada katak, sehingga memudahkan Bekantan untuk menyeberang sungai. Bekantan juga termasuk primata diurnal, yaitu aktifitasnya dilakukan mulai dari pagi hingga sore hari. Menjelang sore hari, Bekantan umumnya akan mencari pohon untuk tidur di sekitar tepi sungai. Anggota kelompok akan bergabung dalam satu pohon atau pohon lain yang letaknya berdekatan.

Bekantan juga merupakan salah satu dari sekian banyak spesies satwa endemik Indonesia yang populasinya semakin terancam. Jenis ini telah dinyatakan sebagai salah satu jenis dilindungi oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 (yang telah direvisi menjadi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018) tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kemudian dalam buku Redlist Data Book of Endangered Species-IUCN (The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources) tahun 2014, bekantan dikategorikan  sebagai spesies  yang terancam  punah  (endangered species),  sedangkan  dalam  CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) dikategorikan ke dalam Appendix I (CITES, 2010) yang berarti satwa jenis ini tidak boleh diperdagangkan baik secara nasional maupun internasional. Hewan ini mulai terancam punah sejak tahun 2000-an karena tingginya laju deforestasi serta penggundulan hutan-hutan yang menjadi tempat Bekantan tinggal.

Ancaman utama kelestarian Bekantan adalah wilayah sebaranya terbatas, kerusakan habitat dan perburuan ilegal. Karena merupakan satwa arboreal, adanya alih fungsi hutan, illegal loging, serta kebakaran hutan juga memberikan pengaruh besar terhadap penurunan populasi Bekantan di Kalimantan. Hal ini membuat pengamatan dan pemantauan populasi jenis ini sangat dibutuhkan untuk menghindari penurunan populasinya. Strategi utama untuk mempertahankan populasi bekantan adalah dengan mempertahankan populasi yang masih tersisa. Oleh karena itu informasi terkait populasi dan struktur kelompok pada habitatnya penting untuk diketahui. Dalam mengamati populasi bekantan diperlukan data berupa jumlah keseluruhan bekantan pada area yang diteliti beserta rincian kelas umur dan jenis kelamin. Selain itu dibutuhkan data habitat bekantan berupa komposisi jenis vegetasi penyusun habitatnya.

Sumber:

http://ejournal.forda-mof.org/ejournal-litbang/index.php/JPHKA/article/view/3195/3811

https://borneochannel.com/monyet-bekantan-kalimantan/

https://media.neliti.com/media/publications/231254-populasi-bekantan-nasalis-larvatus-di-su-c0f45553.pdf

https://primata.ipb.ac.id/bekantan-nasalis-larvatus/

Melihat Garis Batas Perlindungan Satwa Liar

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tinggi, termasuk flora dan faunanya. Beberapa flora dan fauna hanya ditemukan dan hanya dapat hidup dengan baik di Indonesia serta masuk dalam daftar spesies endemik Indonesia. Satwa endemik merupakan jenis hewan unik dan memiliki ciri khas yang disebabkan karena penyesuaian diri terhadap habitatnya, sehingga perlu dilakukan perlindungan. Satwa dan habitatnya merupakan salah satu bagian dari sumberdaya yang penting dan memiliki manfaat sebagai unsur pembentuk lingkungan hidup, yang kehadiranya tidak dapat tergantikan. Tetapi, kegiatan perburuan terus terjadi dan menyebabkan satwa terancam punah. Hasil buru telah berganti tujuan, dari bertujuan dikonsumsi, kini untuk kecantikan, obat, bahkan gengsi. Menurunnya populasi satwa, saat ini bukan hanya disebabkan perburuan liar, tetapi juga karena kebakaran hutan, pembalakan liar dan perubahan fungsi hutan untuk bertani serta bermukim.

Beberapa organisasi yang memberikan aturan untuk perlindungan satwa liar salah satunya adalah IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources). IUCN mengeluarkan daftar yang membahas status konservasi berbagai jenis makhluk hidup, salah satunya satwa (Red List IUCN). Tujuan dikeluarkannya Red List IUCN adalah untuk memberitahukan kepada publik pentingnya konservasi dan untuk memperbaiki stastus kelangkaan suatu spesies. Terdapat 9 kategori Red List IUCN berdasarkan jumlah populasi, penyebaran dan resiko dari kepunahan, yaitu :

  1. Punah (Extinct ;EX)
  2. Punah di alam liar (Extinct in the wild ;EW)
  3. Kritis (Critically Endangered; CR)
  4. Genting (Endangered ;EN)
  5. Rentan (Vulnarable; VU)
  6. Hampir terancam (Near Threatened; NT)
  7. Beresiko rendah (Least Concern; LC)
  8. Informasi kurang (Data Deficient; DD)
  9. Tidak dievaluasi (Not evaluated; NE)

Aturan atas status perdagangan flora dan fauna diatur dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). CITES menetapkan kuota suatu negara yang dapat memperdagangkan satwa langka. Penetapan kuota ini disertai dengan syarat-syarat, misalnya harus merupakan hasil penangkaran.

Untuk Indonesia sendiri, lembaga yang mengatur mengenai konservasi flora dan fauna adalah BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) sebagai Unit Pelaksana Teknis. Tugas pokok BKSDA adalah menyelenggarakan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, pengelolaan kawasan cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata alam dan taman buru serta koordinasi teknis pengelolaan taman hutan raya dan hutan lindung serta konservasi tumbuhan dan satwa liar di luar kawasan konservasi di provinsi berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Kegiatan konservasi dan jual beli satwa langka maupun dilindungi tidak hanya menjadi perhatian pemerintah, namun seluruh masyarakat Indonesia. Kegiatan jual beli tersebut harus dihentikan dan akan lebih baik jika seluruh pihak baik pemerintah, swasta dan masyarakat termasuk mahsiswa bekerjasma untuk melakukan perlindungan dan konservasi terhadap satwa liar agar tetap lestari dan jauh dari kepunahan. Jika bukan kita siapa lagi yang akan melakukannya ? ayo bergerak sekarang!

Sumber :

Aristides, Y., A. Purnomo, dan Fx. A. Samekto. 2016. PERLINDUNGAN SATWA LANGKA DI INDONESIA DARI PERSPEKTIF CONVENTION ON INTERNATIONAL TRADE IN ENDANGERED SPECIES OF FLORA AND FAUNA (CITES). Diponegoro Law Journal Volume 5 No. 4 Hal : 1-17. Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro Semarang.

Seminar Hasil dan Talkshow Eksplorasi Baturraden 2018

Pada 28 April 2018, telah dilakukan seminar hasil dan talkshow mengenai “Eksplorasi Potensi Baturraden sebagai Strategi Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan” di Auditorium Fakultas Kehutanan UGM. Selain dihadiri oleh para mahasiswa, acara ini juga dihadiri oleh tamu undangan antara lain guide yang memandu penelitian pada saat di Baturraden, Ir. Retno Utami, M. P. sebagai perwakilan dosen, dan pembicara talkshow yaitu Bapak Sugito (perwakilan KPH Banyumas Timur), Dr. Muhammad, MT (dosen Sekolah Pascasarjana UGM Program Studi Kajian Pariwisata), dan Bapak Purnomo (Ketua LMDH Gempita, pengelola ekowisata Desa Ketenger Baturraden).

Seperti namanya, seminar ini menceritakan hasil dari Penelitian Bersama di Baturraden yang sudah dilakukan pada 16-25 Februari 2018. Hasil penelitian yang sudah dilakukan oleh kelima KP3 dipaparkan oleh Gustav A.H selaku koordinator KP3 Wetland yang menjelaskan kondisi perairan disana, Cosmas Magistra selaku koordinator KP3 Burung yang menjelaskan kondisi satwa (burung, primata, dan herpetofauna) yang ada, dan Tiara Harfabelia selaku koordinator KP3 Ekowisata yang menjelaskan potensi wisata, khususnya Curug Jenggala. Selain itu, juga dipaparkan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan oleh Bima Yogantara selaku koordinator divisi keilmuan. Pemaparan hasil ini diikuti oleh sesi tanya-jawab dan hiburan berupa penampilan tari tradisional oleh KSK.

Sesi seminar hasil dilanjutkan dengan sesi talkshow yang dimoderatori oleh Deni Susanto, mahasiswa S2 Fakultas Kehutanan UGM. Hal-hal yang dibahas dalam talkshow ini seputar potensi wisata di Curug Jenggala dan pengelolaannya. Selain itu, disinggung juga rekomendasi wisata yang ada di Yogyakarta yang dapat dijadikan contoh untuk pengembangan wisata di Dusun Kalipagu. Sesi talkshow ditutup dengan pembacaan kesimpulan oleh moderator bahwa pada tahun 2020, sektor ekowisata akan mengalahkan sektor lain seperti tambang, oleh karena itu perlu adanya persiapan yang baik seperti pengelolaan wisatanya. Setelah itu, acara Seminar Hasil dan Talkshow ditutup dengan pemutaran video aftermovie Penelitian Bersama 2018, penyerahan souvenir kepada pembicara dan moderator talkshow, dan foto bersama.

Bina Konservasi Gadjah Mada


PENGENALAN BINA KONSERVASI GADJAH MADA


Bina Konservasi Gadjah Mada (BKG) merupakan salah satu alur kaderisasi di departemen Konservasi Sumberdaya Hutan (KSDH) Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada yang dikoordinir oleh departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Forestation. Kegiatan BKG ini pertama kali diadakan pada tahun 2017 oleh Forestation Kabinet Elang Jawa dan pada kepengurusan Forestation kabinet Rubah tahun 2018 dikembangkan menjadi sebuah alur kaderisasi yang dirumuskan dalam bentuk Kurikulum BKG. Kurikulum tersebut terdiri dari empat kompetensi dasar yaitu Konservasi Sumberdaya Hutan, Departemen KSDH, FORESTATION, serta Kelompok Pengamat, Pemerhati, dan Peneliti (KP3). Keempat kompetensi dasar tersebut akan menjadi bekal awal mahasiswa minat KSDH yang baru untuk menjalani kegiatan dan rutinitas sebagai mahasiswa KSDH.

Kegiatan BKG ini akan dilaksanakan pada bulan Februari hingga Maret setelah dikeluarkannya hasil peminatan di Fakultas Kehutanan UGM. Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah mengenalkan Konservasi Sumberdaya Hutan dan isu terkait konservasi di Indonesia; struktur beserta laboratorium Departemen KSDH; sejarah, struktur, dan arah gerak (FORESTATION); mengenalkan dan meningkatkan kepekaan terhadap isu yang diusung FORESTATION; dan mengenalkan KP3. Kegiatan ini akan dikemas dalam bentuk pematerian, diskusi, dan penugasan serta diakhiri dengan kegiatan aksi konservasi di Jogja.

Pada kepengurusan tahun ini, kegiatan aksi bertajuk Conservation in Action (CIA) akan dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) Sleman, Yogyakarta. Setelah selesai mengikuti BKG ini, diharapkan mahasiswa minat Konservasi Sumberdaya Hutan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan lapangan, serta memperkaya pengalaman mahasiswa baru minat KSDH dalam dunia konservasi.


FILOSOFI LOGO BKG


5

Bina Konservasi Gadjah Mada atau BKG memiliki logo yang memiliki filosofi tersendiri. Filosofi dari logo tersebut adalah

TETES AIR

4
Bentuk logo BKG yang seperti air melambangkan tumbuhnya generasi baru seperti awal kehidupan, karena air merupakan awal terbentuknya kehidupan
.

DAUN

1

Daun menggambarkan alam itu sendiri dan generasi yang diharapkan mampu melestarikannya.

TANGAN

3

Tangan melambangkan pentingnya kepedulian generasi akan alam dan konservasinya.

GRADASI WARNA BIRU

2

Adanya gradasi pada warna biru menggambarkan proses belajar menjadi seorang conservationist.