Flores Timur merupakan salah satu wilayah di Nusa Tenggara Timur dengan luas wilayah perairannya 70% lebih luas dari wilayah daratan. Luas wilayah perairan yang tinggi ini didukung dengan potensi sumber daya laut yang sangat menjanjikan, salah satunya adalah dari aspek terumbu karangnya. Menurut Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Bappenas, Arifin Rudiyanto (2020) mengatakan bahwa total terumbu karang yang ada di Indonesia sebanyak 30% persen dalam kondisi baik, 37% dalam kondisi cukup baik, dan sisanya dalam kondisi rusak. Salah satu upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian terumbu karang di Flores Timur adalah dengan membentuk Suaka Alam Perairan (SAP) Flores Timur melalui Surat Keputusan Bupati No.4 Tahun 2014 seluas 150.000 hektar.
Apa Kabar Konservasi?
Penulis : Akbar Wahyu Illahi
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau yang dihuni lebih dari 360 suku bangsa. Hal ini membuat Indonesia kaya akan keragaman budaya dan tradisi yang dapat ditemukan dari sabang sampai merauke ditunjang dengan kondisi geografis yang dilalui garis khatulistiwa dan beriklim tropis menyebabkan keanekaragaman hayati baik flora dan fauna di darat maupun di laut sangat melimpah. Menarik halnya apabila terjadi perpaduan antara budaya atau tradisi masyarakat dengan keanekaragaman hayati. Salah satu perpaduan antara tradisi dan menjaga keanekaragaman hayati tersebut dapat dilihat pada tradisi sasi yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Penulis : Akbar Wahyu Illahi
Indonesia merupakan negara yang dilewati garis zamrud khatulistiwa dan memiliki iklim tropis. Kondisi geografis inilah yang menyebabkan melimpahnya keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna ditemukan di Indonesia. Potensi ini sudah sepatutnya digunakan sebagai wadah pembelajaran bagi generasi muda supaya pengetahuan mengenai kenakeragaman hayati tetap tumbuh sehingga kedepannya dapat menjadi bekal untuk mencintai dan menjaga keanekaragaman hayati ini tetap lestari. Salah satu cara edukasi yang mudah diterima dan dipahami masyarakat luas berkaitan dengan fauna yaitu melalui media fotografi.
Penulis : Fabian Ayu
Pada tanggal 20 Maret 2021 lalu, warga Kabupaten Natuna menemukan bangkai binatang laut yang membusuk mengapung di perairan Desa Kelanga. Danielle Kreb, Scientific Program Manager Yayasan Konservasi RASI memastikan bahwa binatang laut yang terdampar tersebut adalah paus baleen. Paus ini masuk dalam golongan paus mysticeti atau tidak bergigi dengan ciri khas memiliki dua rahang yang tidak bersambung dan berbentuk seperti gading gajah. Seminggu setelah ditemukan bangkai paus baleen ini, warga kembali menemukan lumba-lumba yang terluka di bibir pantai. Jika dilihat dari google map, pantai tempat lumba-lumba ditemukan hanya berjarak 48 km dari tempat ditemukannya paus baleen. Idris, Ketua Rapala, mengatakan bahwa masyarakat setempat sadar akan pentingnya konservasi sehingga mereka sempat menolongnya dan melepaskan kembali ke laut. Selain dua kejadian tersebut, sebelumnya juga telah banyak ditemukan mamalia laut yang mati terdampar di Kepulauan Natuna ini. Kemudian apa yang menjadi penyebab terjadinya fenomena ini?
Penulis: Gilang Passasi
Apa yang membuat konservasi menjadi polemik dari upaya perlindungan hutan? Mungkinkah tata kelola informasi yang kurang baik atau memang ada kekeliruan fundamental dalam upaya konservasi sumber daya hutan di Indonesia?
Kita -konservasionis- cenderung selalu berpikir bahwa konservasi sumber daya hutan hanya dapat diwujudkan dalam koridor penyeimbangan fungsi ekologi. Dalam studi maupun penelitian-penelitian klasik, ekologi oleh Ernst Haeckel (1834–1919) dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara kehidupan alamiah makhluk hidup dengan lingkungannya. Misalnya: ekosistem mangrove dapat lestari jika kita memperhatikan kaidah pengaturan tiga pola penanaman mangrove, kandungan oksigen terlarut dan salinitas air; atau ekosistem hutan akan lestari jika kita memperhatikan faktor-faktor abiotik dan biotik yang berguna bagi pertumbuhan pohon maupun perkembangan satwa di dalamnya. Memang teori itu benar adanya melalui observasi dan riset di kalangan peneliti. Namun, akan menjadi salah kaprah jika kita berpikir bahwa itu cukup untuk menyelamatkan hutan dari kehancuran.
Penulis : Isna Najwah
Sumber : https://pbs.twimg.com/
(2021)
Haloo konservasionis, tahukah kalian bagaimana kabar salah satu sobat kita yang satu ini? Yap! Burung Rangkong Gading. Rangkong Gading memiliki nama ilmiah Rhinoplax vigil atau di Kalimantan biasa dikenal dengan nama Enggang Gading. Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) pada tahun 2015, status burung ini dinaikkan dari Near Threatened menjadi Critical Endangered atau satu tahap lagi menuju kepunahan.