Taman Nasional Meru Betiri: Hidden Treasure dari Jawa Timur sebagai Tempat Berlibur Sekaligus Belajar

Penulis : Bilal Adijaya

Sumber: merubetiri.id

Meru Betiri merupakan nama yang diambil dari dua gunung yang ada pada kawasan ini; Gunung Meru (500 mdpl) dan Gunung Betiri (1223 mdpl). Taman Nasional Meru Betiri secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi, Jawa timur. Taman nasional ini memiliki luas kawasan sekitar 52.626,04 hektare (Kabupaten Jember seluas 37.585 ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 ha). [1] Eksistensi TNMB didukung dengan keanekaragam ekosistem yang mencolok dan diversitas flora serta fauna yang tinggi. Setidaknya terdapat lima macam ekosistem dalam TNMB yaitu hutan hujan dataran rendah, hutan pantai, hutan mangrove, hutan rawa, dan hutan rheopit. TNMB merupakan rumah bagi 449 jenis flora dan 325 fauna serta menjadi kawasan pelestarian flora dan fauna langka seperti Elang Jawa (Nisaetus bartelsi), Macan Tutul (Panthera pardus), Banteng (Bos javanicus), Bunga Padmosari (Rafflesia zollingeriana), dan Penyu (Chelonioidea).[2]

Keindahan yang menakjubkan dari taman nasional ini cocok sebagai tempat berlibur untuk sejenak beralih dari kebisingan kota. Lanskap yang memanjakan mata, pohon-pohon berjejeran di sepanjang jalan layaknya rentangan tangan seakan menyambut wisatawan yang datang, suara satwa liar yang saling beralunan seperti alunan melodi alami, serta kehidupan pluralis masyarakat setempat yang saling berdampingan dengan damai semakin menambah keunikan dari TNMB. Terdapat beberapa objek wisata yang menjadi destinasi favorit wisatawan ketika berlibur ke TNMB, yaitu: Pantai Bandealit, Pantai Rajegwesi, Teluk Hijau, Pantai Sukamade, Pantai Batu, dan Gua Jepang.

Taman Nasional Meru Betiri juga dikenal dengan ikon konservasinya yaitu Rafflesia zollingeriana atau yang lebih dikenal akrab dengan sebutan Bunga Padmosari dan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea). R. zollingeriana merupakan flora langka yang masuk ke dalam status VU (vulnerable atau rentan terhadap kepunahan) menurut IUCN. Karenanya, menjaga kelestarian R. zollingeriana sangat penting untuk kelestarian dan juga daya tarik wisata khas TNMB. Sama halnya dengan R. zollingeriana, Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) juga menjadi ciri khas dari TNMB. Kawasan ini menjadi Unit Konservasi Penyu (UKP) dikarenakan banyak populasi penyu yang bertelur di kawasan pantai (nesting site), khususnya Pantai Sukamade. Penetasan telur penyu pada tempat penetasan semi alami dan pelepasliaran tukik menjadi beberapa aktivitas pelestarian yang dilakukan bersama dengan masyarakat setempat. Tak hanya Penyu Belimbing, beberapa spesies penyu seperti Penyu Hijau (Chelonia mydas), Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata), dan Penyu Lekang (Lepidochelys olivacea), juga bisa diamati dan menjadi daya tarik wisata di kawasan ini.

Konservasi penyu di kawasan taman nasional ini terus aktif dilakukan dengan melibatkan banyak pihak yang berkolaborasi dengan pihak balai taman nasional. Salah satu contohnya adalah pada peringatan Hari Nusantara 14 Desember 2019. Pelepasliaran tukik jenis Penyu Hijau (Chelonia mydas) sebanyak 1.412 ekor dipimpin langsung Kabalai TNBM. Selain itu, pada 23 Mei 2012 bersama Bupati Banyuwangi beserta jajarannya serta masyarakat setempat, pelepasliaran tukik juga dilakukan di Pantai Rejegwesi TNBM. Pelepasliaran tukik juga terkadang dilakukan bersama wisatawan lokal dan mancanegara yang berkunjung ke TNMB. Sebelum pelepasliaran, wisatawan diberi arahan terlebih dahulu oleh fasilitator ataupun pegawai balai taman nasional tentang tukik dan konservasi penyu untuk memberi pemahaman bahwasanya pelestarian penyu perlu dilakukan untuk menjaga spesies ini dari kepunahan.

Daya tarik wisata sekaligus edukasi yang tak kalah menarik dari pelepasliaran tukik adalah mengamati penyu saat bertelur. Hampir setiap malam ada penyu yang mendarat dan bertelur di kawasan pantai TNMB khususnya di Pantai Sukamade. Wisatawan yang berkunjung dan berkemah dapat menyaksikan proses penyu bertelur dari rentang waktu pukul 19.00 WIB sampai waktu subuh. Namun, ada beberapa himbauan bagi wisatawan yang ingin melihat proses penyu bertelur seperti tidak boleh menyalakan senter/cahaya dan tidak boleh bising karena penyu sensitif terhadap cahaya dan suara. Selain itu, wisatawan juga bisa menyaksikan proses evakuasi telur hingga masuk ke dalam tempat penetasan semi alami yang dibuat serupa dengan tempat penetasan alaminya. Hal-hal tersebut hampir bisa dijumpai setiap saat sebagai bentuk daya tarik wisata sekaligus edukasi bagi wisatawan untuk membumikan kegiatan konservasi penyu yang ada di TNMB.

Untuk menjaga dan mengawasi kelestarian diversitas flora dan fauna di kawasan TNMB, pengelolaan kawasan ini didasarkan pada prinsip 3P; perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa ekosistemnya, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.[3]TNMB telah memberikan pelajaran kepada kita bahwasanya diperlukan sinergisitas dari multipihak untuk menjaga keasrian alam Indonesia untuk terus dinikmati keindahannya. Sejalan dengan itu, kegiatan konservasi flora maupun fauna serta keindahan alamnya perlu untuk terus eksis sehingga keseimbangan ekosistem tidak akan terganggu.

 

Referensi :

[1] SK Dirjen KSDAE Nomor: SK.382/KSDAE/SET/KSA.0/0/2016 tanggal 30 September 2016

[2] CNN Indonesia, Ekowisata Bersama Kawanan Penyu di TN Meru Betiri, (https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191115132118-269-448638/ekowisata-bersama-kawanan-penyu-di-tn-meru-betiri, diakses pada tanggal 16 Juli 2021)

[3] Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang KSDAHE

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.