Arsip 2021:

January

Surga Tempat Bidadari Halmahera Bernama Aketajawe Lolobata

Penulis: Farid Al Chusna Ridhoni

Taman Nasional Aketajawe Lolobata terletak di Provinsi Maluku Utara, provinsi yang juga memiliki Suaka Paruh Bengkok terbesar di Indonesia. Taman nasional ini dibagi menjadi dua blok yaitu blok Aketajawe yang terletak di Kota Tidore Kepulauan, Kabupaten Halmahera Timur, dan Kabupaten Halmahera Tengah serta blok Lolobata yang terletak di Kecamatan Maba, Kecamatan Wasile Utara, dan Kecamatan Wasile Timur Kabupaten Halmahera Timur. Taman nasional ini resmi ditunjuk melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.397/Menhut-II/KUH/2004 pada tanggal 18 oktober 2004. Memiliki luas total 167.319,32 hektare dengan dibagi pada zona inti seluas 81.638,55 ha, zona rimba seluas 67.008,63 ha, zona pemanfaatan seluas 12.917,98 ha, zona tradisional seluas 2.591,26 ha, zona rehabilitasi seluas 3.153,38 ha, serta zona khusus seluas 9,52 ha.

Air Terjun Havo (Photo : ksdae.menlhk.go.id)

Mewakili habitat dan spesies dari unit biogeografi Halmahera, taman nasional ini memiliki 4 tipe ekosistem yaitu ekosistem hutan dataran rendah pada ketinggian 0-700 mdpl, ekosistem hutan pegunungan rendah pada ketinggian >700 mdpl, ekosistem hutan bukit kapur (karst), serta ekosistem rawa air tawar. Bentang alam yang ada di tempat ini juga cukup beragam mulai dari air terjun, gua, sungai, danau, telaga sampai karst. Tercatat ada 3 air terjun di dalam kawasan ini yaitu Air Terjun Havo, Air Terjun Goshimo, serta Air Terjun Bay Roray. Sedangkan untuk sungai, setidaknya ada 23 sungai yang berhulu di dalam kawasan taman nasional.

Beragam flora mendiami tempat ini, teridentifikasi 237 jenis yaitu meliputi 98 jenis pohon, 41 jenis tumbuhan bawah, 35 jenis tumbuhan lain serta 63 jenis tumbuhan obat. Dari jenis pohon ada, beberapa merupakan jenis penting dalam bidang kehutanan seperti ulin (Eusideroxylon zwageri), damar (Agathis dammara), sengon (Paraserianthes falcataria), serta gaharu/kayu agar (Aquilaria cuminginia). Sementara fauna teridentifikasi sebanyak 194 jenis meliputi 13 jenis mamalia, 141 jenis burung, 19 jenis reptil, 8 jenis amphibi, serta 13 jenis insecta. Dari jenis yang teridentifikasi, ada beberapa burung serta satu jenis rusa dilindungi. Senarai jenis tersebut adalah bidadari halmahera (Semioptera wallacii), kakatua putih (Cacatua alba), elang alap halmahera (Accipiter henicogrammu), julang irian (Rhyticeros plicatus), rajawali kuskus (Aquila gurneyi), baza pasifik (Aviceda subcristata), elang kelabu (Butastur indicus), junai emas (Caloenas nicobarica), nuri bayan (Eclectus roratus), alap-alap sapi (Falco moluccensis), elang bondol (Haliastur indus), cendrawasih gagak (Lycocorax pyrrhopterus), gosong kelam (Megapodius freycinet), paok halmahera (Pitta maxima), cekakak murung (Todirhamphus funebris), serta satu jenis rusa yaitu rusa timor (Rusa timorensis).

Bidadari Halmahera (Photo : ebird.org)

Taman Nasional Aketajawe Lolobata memiliki flagship species berupa burung bidadari halmahera (Semioptera wallacii) berdasarkan SK Kepala Balai TN Aketajawe Lolobata Nomor: 65/BTANL/2012. Bidadari halmahera hidup serta berkembang biak dengan alami di tempat ini. Hal lain yang juga cukup menarik dari taman nasional ini adalah adanya goa misteri, setidaknya membutuhkan waktu 6 tahun untuk menemukannya, bahkan untuk mencari goa tersebut dibutuhkan beberapa kali ekspedisi yang melibatkan banyak pihak. Awalnya goa tersebut ditemukan melalui udara ketika dilakukan penggalian potensi kawasan menggunakan helikopter. Ada juga burung yang dijuluki invisible raill karena begitu sulitnya menjumpai burung ini, tetapi berkat kerjasama berbagai pihak kini burung tersebut sudah bisa terdokumentasi dengan baik.

Sumber:
https://www.menlhk.go.id/
http://ksdae.menlhk.go.id/
https://aketajawe.com/
https://ebird.org/

Konservasi dari Masa ke Masa

Hi Conservationist!

Konservasi berasal dari bahasa Inggris conservation, yang artinya pelestarian atau perlindungan, atau dapat diartikan sebagai pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Ide tersebut pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt (1902), yang merupakan orang Amerika. Selain dari pengertian tersebut, konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi, dimana konservasi dari segi ekonomi berarti mencoba mengalokasikan sumber daya alam untuk sekarang. Sedangkan dari segi ekologi, konservasi merupakan alokasi sumber daya alam untuk sekarang dan masa yang akan datang.

Sejarah konservasi di dunia diawali dengan adanya pertemuan penting yang membahas mengenai pengembangan strategi konservasi global pada tahun 1972 atau yang dikenal sebagai pertemuan Stockholm Conference on the Human Environment. Hasil dari pertemuan tersebut yaitu pembentukan UNEP (The United Nations Environment Program) untuk menghadapi tantangan permasalahan lingkungan hidup di dunia, yang masih terfokus pada kerusakan dan konservasi sumber daya alam.

Selanjutnya pada tahun 1992, Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil, atau yang dikenal sebagai United Nations Conference on Environmental and Development; atau yang dikenal dengan istilah KTT Bumi, membahas berbagai cara untuk melindungi lingkungan dengan perhatian pada pembangunan ekonomi yang lebih berkelanjutan pada negara yang kurang sejahtera. Pertemuan tersebut juga berhasil meningkatkan perhatian dan keseriusan dunia dalam menghadapi berbagai krisis lingkungan, membangun pemahaman yang jelas antara upaya perlindungan lingkungan, dan kebutuhan untuk mengentaskan kemiskinan di negara berkembang dengan bantuan dana dari negara maju.

Sejarah konservasi di Asia Timur, yakni konservasi sumber daya alam hayati (KSDAH) dimulai saat Raja Asoka (252 SM) memerintah, dimana pada saat itu diumumkan bahwa perlu dilakukan perlindungan terhadap binatang liar, ikan, dan hutan. Sedangkan di Inggris, Raja William I (1804 M) pada saat itu telah memerintahkan para pembantunya untuk mempersiapkan sebuah buku berjudul Doomsday Book yang berisi inventarisasi dari sumber daya alam milik kerajaan. Kebijakan kedua raja tersebut dapat disimpulkan sebagai suatu bentuk konservasi sumber daya alam hayati pada masa tersebut, yaitu Raja Asoka melakukan konservasi untuk kegiatan pengawetan, sedangkan Raja William I melakukan pengelolaan sumber daya alam hayati atas dasar adanya data yang akurat.

Berdasarkan pada fakta sejarah tersebut, dapat dilihat bahwa sejak jaman dahulu konsep konservasi telah ada dan diperkenalkan kepada manusia meskipun konsep konservasi tersebut masih bersifat konservatif dan eksklusif (kerajaan). Konsep tersebut adalah konsep kuno konservasi yang merupakan cikal bakal konsep modern konservasi, yaitu konsep konservasi yang menekankan pada upaya memelihara dan memanfaatkan sumber daya alam secara bijaksana. Sedangkan menurut Rijksen (1981), konservasi merupakan suatu bentuk evolusi kultural, yang pada saat zaman dulu, upaya konservasi lebih buruk daripada saat sekarang.

Konservasi sumber daya alam di Indonesia mulai memperoleh perhatian pada tahun 1970-an. Sejak saat itu, konservasi sumber daya alam di Indonesia mulai berkembang. Tujuan dilaksanakannya konservasi tersebut adalah untuk:

  1. memelihara proses ekologi yang penting dan sistem penyangga kehidupan;
  2. menjamin keanekaragaman genetik; dan
  3. pelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem.

Mengacu pada tujuan yang telah ada, kegiatan konservasi terus berkembang selaras dengan waktu yang sedang berdinamika. Hal ini dapat dilihat pada kondisi yang sekarang. Adanya wabah pandemi covid-19 yang sedang marak tidak membuat kegiatan konservasi putus begitu saja. Meskipun terbatas ruang, berbagai upaya berbau konsevasi dapat terus dilakukan. Salah satu bentuk kegiatan yang ada adalah dilakukannya kegiatan konservasi berbasis digital. Salah satu bentuk realisasi kegiatan tersebut dapat dilihat dari munculnya beberapa lembaga yang mulai membuat platform berbasis konservasi, seperti misalnya burungnesia. Kegiatan konservasi tersebut dapat dilakukan di rumah ataupun dilakukan secara online untuk meminimalisir adanya kerumunan. Selain itu, kegiatan webinar atau pematerian berbasis daring juga dapat dilakukan untuk mendukung kegiatan konservasi digencarkan kepada masyarakat umum. Kehidupan yang serba tidak pasti bukanlah sebuah hambatan untuk kegiatan konservasi lantas berhenti. Tidak ada yang tahu pandemi ini akan berakhir kapan, lalu bagaimana kegiatan konservasi selanjutnya?

 

Penulis: Ida Purnama Fitriyanti

Referensi:

http://repository.ut.ac.id/4311/1/PWKL4220-M1.pdf