Taman Nasional Komodo berada di wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur yang didirikan pada tahun 1980 dan ditetapkan oleh UNESCO sebagai situs Warisan Alam Dunia pada tahun 1991 (Komodo National Park, 2016). Taman Nasional Komodo terdiri dari daerah darat dan laut, dan diberi mandat untuk melindungi komodo serta keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya. Adanya berbagai suguhan potensi dan keunikan di Taman Nasional Komodo menimbulkan dampak pada aspek pariwisata. Tercatat jumlah pengunjung pada tahun 2017 mencapai 122.000 dan mengalami peningkatan pada tahun 2018 hingga mencapai 126.000 pengunjung antara bulan Januari-Agustus.
Akhir-akhir ini santer terdengar wacana penutupan Taman Nasional Komodo untuk sementara waktu. Penutupan tersebut tak hanya bertujuan untuk meningkatkan populasi komodo namun juga untuk melakukan pembenahan fasilitas pariwisata. Hal tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan Gubernur Viktor Laiskodat yang akan mengambil alih pengelolaan di Taman Nasional Komodo dengan menggelontorkan Rp100 miliar untuk pembangunan ulang taman nasional tersebut. Menurutnya, habitat komodo selama ini terbengkalai karena dikelola KLHK.
Wacana penutupan tersebut menimbulkan pro dan kontra. Pihak yang pro tentunya memiliki alasan agar populasi komodo meningkat, perbaikan habitat komodo, dan lain sebagainya, sedangkan untuk pihak yang kontra memikirkan masalah dampak ekonomi yang akan timbul selama penutupan berlangsung. Terbaginya dua kubu tersebut bukan tanpa alasan, pihak pro menilai penting dilakukan penutupan sementara Taman Nasional Komodo untuk peningkatan populasi komodo. Menurut National Geographic penurunan terjadi karena kelangkaan betina yang bertelur, bencana alam, perburuan, dan perambahan manusia. Namun berdasarkan data resmi KLHK, populasi komodo relatif stabil, meski sempat turun. Tahun 2017 jumlah binatang purba itu 2.762 ekor, sementara pada 2016 berjumlah 3.012 ekor. Pihak kontra menilai penutupan Taman Nasional Komodo akan berdampak pada perekonomian masyarakat sekitar yang mayoritas menggantungkan hidupnya di sektor wisata sebagai penjual souvenir, pemahat patung, tour guide atau pemandu wisata dan penyewaan kapal. Menurut salah satu masyarakat sekitar, hanya 10 % dari masyarakat sekitar yang bermata pencaharian sebagai nelayan dengan hasil tangkapan yang bergantung pada musim, sehingga jika taman nasional ditutup masyarakat akan kehilangan pundi-pundi rupiah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Tindak lanjut dari wacana penutupan Taman Nasional Komodo dilakukan rapat yang diadakan pada Rabu 6 Februari 2019 yang bertempat di lantai 8 ruang rapat Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) KLHK. Rapat tersebut dihadiri oleh Dirjen KSDAE KLHK Wiratno, beserta Asisten Didang Ekonomi dan Pembangunan NTT Alexander Sena, serta sejumlah stakeholder. Hasil dari rapat tersebut meliputi perubahan penutupan Taman Nasional Komodo yang mana penutupan tersebut hanya dilakukan di Pulau Komodo serta terbentuknya tim terpadu bersama stakeholder yang akan menghimpun data sebagi rujukan kepastian penutupan.
Sumber :
Farhan, Afif. 2019. Masyarakat Desa Komodo Tolak Penutupan Taman Nasional Komodo. https://m.detik.com/travel/travel-news/d-4429545/masyarakat-desa-komodo-tolak-penutupan-taman-nasional-komodo Diakses pada 21 Februari 2019.
Prakoso, Johanes Rendy.2019. Penutupan Komodo Tahun 2020, KLHK & Pemprov NTT Akan Sosialisasi. https://travel.detik.com/travel-news/d-4417016/penutupan-komodo-tahun-2020-klhk–pemprov-ntt-akan-sosialisasi?_ga=2.217346390.1956369659.1550758954-1748578048.1550758954 Diakses pada 21 Februari 2019.
Utama, Abraham. 2019. Penutupan Taman Nasional Komodo, sekedar wacana atau berbasis riset?. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-46944412 Diakses pada 21 Februari 2019.
Wardhana, Irwanda. 2019. Menimbang Penutupan Komodo. https://news.detik.com/kolom/d-4400350/menimbang-penutupan-pulau-komodo Diakses pada 21 Februari 2019.