Penulis : Aina Nur Fitri
Upaya menurunkan emisi CO2 semakin gencar dilakukan oleh pemerintah. Tentu saja tujuan utama yang ingin dicapai adalah mengatasi adanya perubahan iklim di dunia. Seperti yang kita ketahui, bahwa karbon merupakan salah satu komponen yang menyebabkan efek gas rumah kaca sehingga suhu bumi menjadi naik (Pujiastuti et. al., 2010). Keberadaan hutan sangat penting karena dapat mengurangi karbon yang berada bebas di atmosfer, yaitu dengan mekanisme penyerapan karbon yang dilakukan dalam proses fotosintesis dan kemudian disimpan pada organ-organ tubuh pohon. Namun, kenyataannya luas hutan dunia semakin berkurang seiring berjalannya waktu. Di Indonesia saja telah terjadi penurunan luas hutan atau deforestasi sebesar 119,1 ribu ha dalam kurun waktu 2019-2020 (PPID KLHK, 2021).
Kondisi ini memaksa kita untuk mencari solusi yang paling tepat dalam mengatasi penurunan luas kawasan hutan yang mana berdampak pada hilangnya penyerap emisi karbon alami. Melalui kebijakan penghapusan dini penggunaan batubara pada pembangkit listrik dan adanya agenda FOLU Net Sink 2030, Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan) menegaskan bahwa kebijakan ini telah memperhitungkan aksi adaptasi yang tercermin dalam NDC dan LTS-LCCR 2050 yang telah diperbaharui. Sehingga harapan beliau, kebijakan ini dapat mencapai target menuju Net-Zero Emission pada tahun 2060 (Dunia Energi, 2022). Secara garis besar, skema rencana FOLU Net Sink 2030 berdasarkan Maulana (2022) dalam salah satu artikel Forestdigest adalah menyeimbangkan produksi emisi dengan penyerapannya sehingga perubahan emisi menjadi gas rumah kaca dapat dicegah.
Selain pemerintah, terdapat juga beberapa pihak yang ikut andil dalam usaha penurunan karbon. Salah satunya adalah PT. Rimba Makmur Utama (RMU), yaitu perusahaan yang bergerak di bidang restorasi ekosistem. Menurut Ramli (2022) dalam tulisannya yang diterbitkan di Kompas.com, RMU dengan program Katingan Mentaya Project (KMP) yang telah dimulainya akan berkontribusi besar dalam penurunan emisi karbon. Katingan Mentaya Project adalah suatu pendekatan atau upaya restorasi dan konservasi ekosistem lahan gambut yang memiliki luas mencapai 157.000 ha di Kalimantan Tengah dengan mekanisme Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH). Dengan program ini, RMU dapat menurunkan kurang lebih 7,5 juta ton Karbon Dioksida setiap tahunnya selama masa konsesi, yaitu 60 tahun. Di samping itu, RMU juga bekerjasama dengan masyarakat sekitar wilayah konsesi untuk meningkatkan perekonomian, melakukan kegiatan edukasi, serta peningkatan kapasitas di berbagai bidang. Kerjasama tersebut diwujudkan dengan pemberian edukasi mengenai cara bertani tanpa bakar dan tanpa bahan kimia, edukasi mengenai kesehatan dan kebersihan, nutrisi, kewirausahaan, serta berkontribusi bagi pencapaian 12 tujuan UN SDGs, ujar Dharsono (CEO RMU) dalam keterangannya yang dikutip dari Kompas.com.
Sumber :
https://www.dunia-energi.com/pemerintah-optimis-capai-net-zero-emission-di-2060/
https://amp.kompas.com/money/read/2022/06/03/203100926/ini-langkah-rmu-untuk-turunkan-emisi-karbon
https://www.forestdigest.com/detail/1763/folu-net-sink-indonesia
http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/6330/capaian-tora-dan-perhutanan-sosial-di-tahun-2021
https://katingan.org/stories/detail/rewetting-peatlands-to-reduce-fire
Pujiastuti, D., Melayeta, E., dan Mustafa, B. 2010. Analisis Efek Karbon Dioksida (CO2) Terhadap Kenaikan Temperatur Di Bukit Kototabang Tahun 2005-2009. Jurnal Ilmu Fisika (JIF), Vol. 2 (2) : 56-67.