Yearly Archives: 2018

27 posts

Semangkuk Ceritaku, di Batang Berkembang Bersamamu

22 – 26 Agustus 2018

Rahmawati Kusuma Wardhani

Jelajah Konservasi (JK) adalah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh FORESTATION Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Dalam FORESTATION ini terdapat Kelompok Pengamat, Peneliti, dan Pemelihara (KP3), salah satunya adalah KP3 Ekowisata. Sebagai insan pariwisata yang sadar akan kepentingan alam dan sebagai manusia yang ingin melakukan kegiatan kemanusiaan, saya telah memilih untuk mengikuti kegiatan ini. Lokasi tujuan dari Jelajah Konservasi tahun 2018 adalah ke Desa Kalitengah, Kecamatan Blado, Kebupaten Batang, Jawa tengah. Sekitar 4 jam perjalanan dari titik kumpul anggota Jelajah Konservasi (JK) yaitu di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta. Perjalanan kami tempuh menggunakan bis dan sebagian panitia menggunakan sepeda motor. Perjalanan kami aman dan lancar hingga sampai di Batang. Anggota JK turun di depan gapura desa dan berjalan kaki menuju rumah Kepala Desa, Bapak Darwanto, yang letaknya tidak begitu jauh dari gapura tempat bis berhenti. Sesampainya di rumah beliau anggota JK beristirahat dan memebersihkan diri sembari menunggu makanan yang dimasak oleh Ibu kepala desa. Homestay JK terbagi menjadi 2, untuk perempuan ada di rumah Bapak Kades dan untuk laki-laki di rumah Mas Landung, salah satu warga di desa tersebut. Suasana yang sangat berbeda sudah terasa sejak sore itu. Udara yang sejuk dan air yang dingin misalnya. Setelah makan malam diadakan briefing untuk kegiatan esok hari, yaitu hari pertama pengamatan. Kegiatan malam pertama JK ini selesai pukul 22:00. read more

Peran Media Sosial dalam Konservasi

     Media sosial sedang berkembang pesat di berbagai kalangan mulai dari muda hingga tua. Perkembangan media sosial ini seperti 2 mata koin yang menguntungkan maupun merugikan. Terlepas dari beberapa konten negatif maupun positif sudah sewajarnya media sosial menjadi salah satu ujung tombak dalam membagikan informasi positif. Menurut Garrison(2000) pesatnya perkembangan platform media sosial telah berhasil menjadi sarana yang baik untuk mendapatkan, berbagi, dan menyebarluaskan informasi termasuk tentang satwa liar. Konten-konten berita yang ada dalam media sosial seringkali efektif untuk menyebarkan tentang konservasi keanekaragaman hayati.
“Namun benarkah media sosial mampu menyebarluaskan informasi tentang konservasi?”.
Dilihat dari beberapa kasus sebenarnya media sosial dapat berlaku positif terhadap kejadian-kejadian yang mengurangi esensi dari konservasi. Media sosial dapat dengan cepat tersebar dan menjadi informasi bagi pencari berita terutama bagi mereka yang peduli dengan konservasi memerlukan informasi-informasi terbaru tentang konservasi. Konservasi dalam media sosial dapat diterjemahkan dalam beberapa konten informasi. Seperti contohnya pada pola perilaku manusia terhadap satwa, seringkali satwa menjadi hal menarik untuk diinformasikan. Baik terkait perdagangan ilegal maupun penyiksaan terhadap satwa informasi seperti ini sering kali menjadi trending topik dalam pembicaraan di media sosial. Selain itu dilihat dari konservasi kawasan, beberapa informasi mengenai rusaknya kawasan dapat begitu mudah diakses dan dibagikan untuk menyatakan kepedulian dan mengecam hal-hal yang merusak keindahan alam. Hal ini dapat menunjukan sikap positif dari media sosial yang mulai objek-objek yang penting untuk dikonservasi sebagai objek pertukaran informasi laris. Kesadaran terhadap sumberdaya alam walaupun belum bisa dijelaskan secara ilmiah mengapa sumberdaya alam perlu dilindungi, setidaknya mulai muncul kepedulian terhadat pentingnya menjaga apapun yang berkaitan dengan objek konservasi sehingga dapat ikut serta dalam upaya mengampanyekan konservasi secara tidak langsung.
Data media sosial juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi pemangku kepentingan penting untuk terlibat dalam strategi implementasi dalam perencanaan konservasi sistematis ( Knight et al., 2006 ). Pada saat yang sama, data media sosial dapat digunakan untuk menyingkap peluang untuk perlindungan di area-area di mana misalnya, pemilik lahan pribadi dan masyarakat mendukung langkah-langkah konservasi atau melawan pembangunan yang tidak berkelanjutan. ( Margules and Pressey, 2000 ; Knight et al., 2006). Adanya kesadaran bersama mengenai pentingnya media sosial sebagai trend untuk menyalurkan informasi penting mengenai penelitian yang dikemas untuk dijadikan bahan informasi bagi masyarakat biasa. Setidaknya dengan kearifan dalam berinformasi platform-platform media sosial dapat mengajak bersama-bersama untuk ikut serta dalam konservasi keanekaragaman hayati.
“Namun, apakah kesadaran menghasilkan tindakan?”. Untuk semua niat baik, berapa banyak dari apa yang kami bagikan digunakan untuk tindakan yang tidak diketahui. Sebagai masyarakat, terlalu bergantung pada orang lain, kita hidup di zaman di mana informasi dalam jumlah tak terbatas ada di ujung jari kita; informasi yang selalu berubah dan berkembang. Sadarilah apa yang Anda posting dan bagaimana orang lain melihat kata-kata atau gambar Anda bagikan(Cheng et. Al, 2013). Sementara pengguna media sosial saat ini tidak secara sengaja terlibat dalam pengumpulan data, lebih banyak kesadaran dapat ditingkatkan dalam platform media sosial (misalnya dengan berkampanye) untuk meningkatkan peran pengawasan mereka ketika mengunjungi kawasan alam. Akibatnya, lebih banyak orang berpotensi terlibat dengan pengumpulan data dan menjadi lebih sadar tentang konservasi keanekaragaman hayati. Disaat yang sama, platform media sosial dapat lebih langsung ditargetkan untuk kampanye masyarakat ilmu terarah. Informasi tentang konservasi seharusnya tidak secara mentah disajikan namun juga diolah menjadi informasi yang dapat menyatukan aksi bersama secara keseluruhan dalam upaya konservasi. Untuk semua tantangan data dalam ilmu konservasi, tetapi, dikombinasikan dengan sumber data lain, dapat memberikan cara inovatif untuk mengatasi kebutuhan informasi tantangan konservasi di masa depan(Minin et.all, 2015). read more

Sejarah Konservasi di Indonesia

Gambar : Pemandangan alam di TN Gunung Palung

Sumber : http://ksdae.menlhk.go.id/assets/gallery/Air_Terjun_Riam_Berasap.JPG

Hutan merupakan sumberdaya alam yang memiliki keanekaragaman tinggi, selain itu sejak zaman dahulu hutan sudah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Namun seiring bertumbuhnya jumlah penduduk, luas hutan yang ada di dunia juga semakin berkurang. Selain itu karena terjadi perang dunia membuat hutan menjadi rusak. Jika hutan dibiarkan begitu saja mungkin akan semakin rusak dan menimbulkan banyak masalah apalagi banyak satwa yang kehilangan habitatnya. Salah satu negara yang terkena dampak dari penjajahan adalah Indonesia. Banyak hutan di Indonesia yang dimanfaatkan penjajah untuk diambil kayunya sebagai bahan perang. Namun kegiatan konservasi yang ada di Indonesia juga tidak terlepas dari pengaruh pemerintahan kolonial. Kegiatan konservasi sendiri merupakan perkembangan dari preservasi. Sejarah ide preservasi lahir di Eropa kemudian berkembang menjadi konservasi dengan prinsip pemanfaatan di Amerika. read more

KP3 Burung Melebarkan Sayap sampai Tanah Sumba

Pada tanggal 5-9 Agustus 2018 KP3 Burung mengikuti lomba fotografi dan birdwatching yang diadakan oleh Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti atau yang biasa disingkat dengan TN MATALAWA. TN MATALAWA ini terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. TN MATALAWA telah mengadakan lomba serupa pada tahun lalu yang berlokasi di Billa, Sumba Timur, akan tetapi pada tahun 2018 ini lomba fotografi dan birdwatching ini berlokasi di Manurara, Sumba Tengah. Tim dari KP3 Burung yang mengikuti perlombaan ini terdiri dari 3 orang mahasiswa Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta yaitu Krisna Adi selaku koordinator KP3 Burung periode 2018/2019, bersama dengan 2 anggota KP3 Burung yaitu Rohmana Luthfi dan Cosmas Magistra Kurnia Putra. read more

Pengamatan di Bukit Turgo

IMG_1458

Kali ini KP3 Burung melakukan pengamatan di Bukit Turgo. Bukit Turgo sendiri terletak di lereng Gunung Merapi. Pengamatan dilakukan pada hari Minggu, yang diikuti oleh 4 orang anggota dari KP3 Burung. Sebelum dilakukan pengamatan para anggota berkumpul di gerbang utara untuk menunggu anggota yang lain, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan menuju Bukit Turgo. Perjalanan dilakukan sekitar pukul 06.30 WIB, sampai di Bukit Turgo sekitar pukul 07.30 WIB. Sesampainya di sana sudah disambut dengan kicauan burung yang cukup nyaring, setelah kami memarkirkan kendaraan masing-masing dan membayar uang masuk serta parkir sebanyak Rp 2.000,00. Kemudian perjalanan menuju lokasi dilakukan dengan berjalan kaki, jalan menuju lokasi pengamatan tidaklah jauh. Selama di perjalanan burung yang terlihat tidak banyak hanya beberapa spesies seperti Empuloh janggut (Alophoixus bres), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides), Cucak kutilang (Pycnonotus aurigaster), Merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), Bentet kelabu (Lanius schach). Setelah setengah perjalanan menuju puncak bukit, sekitar pukul 09.00 WIB kami memutuskun untuk turun kembali, dikarenakan burung sudah jarang ditemui. Kemudian kami memilih untuk mengamati di bukit seberang. read more

Mengenal Bekantan Lebih Dekat

Gambar Bekantan

Indonesia adalah negara kepulauan yang kaya akan biodiversitas flora dan fauna yang unik dan menarik untuk dipelajari. Salah satu contohnya adalah Bekantan. Bekantan (Nasalis larvatus) adalah salah satu jenis satwa primata yang ada di Indonesia. Bekantan dicirikan oleh bentuk hidungnya yang unik, sehingga mudah dikenal diantara jenis primata lainnya. Selain hidung yang panjang dan besar, spesies ini juga memiliki perut yang buncit. Perut buncit ini akibat dari kebiasaan Bekantan mengkonsumsi makanan yang tidak imbang. Selain mengonsumsi buah-buahan dan biji-bijian, Bekantan juga memakan dedaunan. Secara umum, habitat bekantan berada di lahan basah seperti daerah hutan mangrove, hutan riparian dan hutan rawa, baik rawa air tawar maupun rawa gambut. Bekantan tersebar luas di hutan-hutan sekitar muara atau pinggiran sungai di Kalimantan. Masyarakat di Pulau Kalimantan memberi beberapa nama pada spesies Bekantan yang termasuk kera berhidung panjang ini, seperti Pika, Kera Belanda, Raseng, Bahara Bentangan dan Kahau. read more