Jejak Konservasi Kalitengah

Oleh: Giot Simanullang

Kali ini kami melangkah menyusuri Desa Kalitengah, Kecamatan Blado, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Wilayah selatan dari kecamatan ini berbatasan langsung dengan kawasan Dataran Tinggi Dieng. Perjalanan dimulai pada Rabu, 22 Agustus 2018, pukul 13.00 WIB kami berangkat menuju Desa Kalitengah. Setelah menempuh 5 jam perjalanan kami disambut dengan udara dingin dan senyuman hangat anak-anak di desa. Beberapa hari kedepan kami akan tinggal di rumah kepala desa dan rumah salah satu warga disana. Malamnya kami melakukan briefing untuk pengamatan esok harinya sesuai dengan KP3 masing-masing. Pukul 07.00 kami pun berangkat ke salah satu curug yang letaknya tidak jauh dari Desa Kalitengah, yaitu Curug Sibiting. Di sana kami melihat 6 ekor lutung dalam satu kelompok serta mendengar suara burung Rangkong (Julang). Lalu kami melanjutkan perjalanan menuju Dukuh Kaliurang, melewati rumah warga, kebun, sungai, jembatan, hutan tanaman damar dan pinus, tebing, hingga terus ke dalam hutan. Susur sungai pun tak lupa kami lakukan. Pada perjalanan kali ini kami tak menemukan primata, tapi kami bertemu dengan 3 ekor Elang Jawa yang sedang terbang rendah. Kami pun pulang karena rintik hujan sudah datang menghampiri.

Pada malam harinya kami mengadakan evaluasi, menyampaikan apa saja yang didapatkan hari itu, serta briefing untuk keesokan harinya. Pukul 07.30, kami berangkat menuju Curug Lojahan. Kami menyusuri jalan setapak. Sepanjang perjalanan kami bertemu dengan Rangkong yang terbang di atas kami. Untuk menuju Curug Lojahan, terdapat 3 pos peristirahatan. Di pos pertama kami mendengar suara Owa Jawa dari 3 arah yang berbeda. Kemudian kami menuju suara tersebut sembari melanjutkan perjalanan lagi. Namun suaranya perlahan menghilang.

Sore harinya kami menuju Curug Sigenting yang jaraknya jauh dari Curug Lojahan. Untuk menghemat waktu kami menggunakan sepeda motor kemudian berjalan kaki menyusuri jalan menuju curug. Jalan menuju curug masih jalan berbatu sehingga kami perlu berhati-hati untuk menuju kesana. Sayangnya di curug tersebut kami tidak menemukan primata. Kemudian kami memutuskan untuk kembali ke basecamp. Sama seperti malam sebelumnya, kami menyampaikan hasil yang didapatkan pada pengamatan kami, kemudian dilanjutkan dengan briefing untuk pendidikan lingkungan yang akan dilakukan di dua SD yang ada di Desa Kalitengah, yakni SD Kalitengah dan SD Kembanglangit.

Keesokan harinya kami menuju ke sekolah yang sebelumnya sudah dibagi. Saya berkesempatan untuk mengajar pendidikan lingkungan di SD Kembanglangit. Di sana kami berbagi pengalaman dan mengajarkan adik-adik untuk menjaga lingkungan. Tak lupa lagu “Rimbawan Kecil” dinyanyikan, disusul dengan lomba cerdas cermat serta meminta mereka untuk menggambarkan cita-citanya di atas kertas. Mereka tampak antusias dan bersemangat dengan kedatangan kami. Sore harinya kami melanjutkan kegiatan bersih-bersih di sekitar curug serta mengumpulkan sampah sepanjang jalan menuju curug. Pada malam harinya kami melakukan sarasehan bersama warga sekitar termasuk kepala desa, LMDH, serta pihak Perhutani. Kami memaparkan hasil pengamatan yang telah kami lakukan. Tak hanya berdiskusi tentang satwa, kami juga berdiskusi megenai potensi wisata, serta potensi-potensi lainnya.

Pagi hari pun tiba, kami berkemas, merapikan rumah kepala desa yang menjadi basecamp, lalu berpamitan kepada bapak kepala desa dan ibu yang telah mengizinkan kami untuk singgah di rumahnya. Tak lupa kami pun berpamitan kepada adik-adik kecil yang menjadikan Desa Kalitengah tetap menjadi tempat terhangat walaupun suhunya dingin. Minggu, 26 Agustus 2018, kami kembali ke Yogyakarta.

Kalitengah punya cerita tersendiri, membuat orang yang mengunjunginya ingin kembali dan bercengkerama di lingkungan hangan berudara dingin ini.

KISAH KONSERVASI : MENILIK MERBABU DARI SELO

Menepi sejenak dari hiruk pikuk dunia perkuliahan yang sangat menguras energi, mari kita melihat sejenak alam kita yang memanggil dengan segala keindahan dan kekayaan yang ditawarkan. Yap, salah satu jantung keindahan pulau Jawa adalah kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) dimana taman nasional ini merupakan taman nasional yang mencakup kawasan hutan di Gunung Merbabu. Secara administratif, TNGMb ke dalam wilayah 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Boyolali, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Semarang, provinsi Jawa Tengah. Secara geografis Taman Nasional Gunung Merbabu terletak antara 110º26’22” bujur timur dan 7º27’13” lintang selatan. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung dan Taman Wisata Alam pada Kelompok Hutan Merbabu Seluas 5.725 hektare. TNGMb terdiri dari 6 zona yaitu Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan, Zona Tradisional, Zona Rehabilitasi, dan Zona Religi & Budaya. Di balik kerennya Taman Nasional Gunung Merbabu, terdapat aksesibilitas yang cukup tinggi. Didukung juga oleh keberadaan daerah enclave didalam kawasan TNGMb yang cukup luas yaitu di Desa Batur, Desa Kopeng, dan Desa Tajuk di Kecamatan Getasan seluas ±283,51 hektare. Sedangkan di Kabupaten Magelang terdapat daerah enclave dengan luasan yang tidak terlalu besar meliputi Desa Kenalan, Desa Kaponan, Desa Ketundan dan Desa Pogalan Kecamatan Pakis dengan luas ±24,01 hektare serta Desa Genikan di Kecamatan Ngablak seluas ± 0.63 hektare. Area enclave di sini meliputi pemukiman dan lahan milik masyarakat yang dijadikan lahan pertanian. read more

Leave a comment

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.